Nunukan, SIMP4TIK - Kantor Wilayah Kementerian Hak Asasi Manusia (Kanwil KemenHAM) turut monitor upaya penyelundupan 16 Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) ilegal ke Malaysia yang berhasil digagalkan oleh Satuan Tugas Gabungan TNI di Perbatasan Sebatik pada Sabtu 5 April 2025 lalu.

Atas keberhasilan tersebut Kementerian Hak Asasi Manusia (KemenHAM) juga mengapresiasi atas keberhasilan Tim Satgas Gabungan yang terdiri dari Satgas Pamtas Yonarmed 11 Kostrad, Satgas Bais TNI, dan Satgas Intelijen Kodam VI/Mulawarman, sebagai bukti pentingnya perlindungan kepada CPMI.

“Kemenham apresiasi capaian Satuan Tugas Gabungan TNI di perbatasan Sebatik, yang berhasil gagalkan upaya penyelundupan 16 Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) ilegal ke Malaysia. Dan sebagai bukti perlindungan bagi CPMI agar tidak terjebak dalam jaringan penyelundupan yang dapat membahayakan keselamatan merek,” ujar Kepala Wilayah KemenHAM Kalimantan Timur (Kaltim), Dr.Hj. Umi Laili, Selasa (9/4/2025).

Dan terkait pentingnya perlindungan bagi CPMI agar tidak terjebak dalam jaringan penyelundupan yang dapat membahayakan keselamatan mereka. Selain itu menurut Umi Laili, pihak Kemenham juga berkomitmen untuk memberikan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang prosedur yang benar dalam perekrutan pekerja migran, agar tidak rentan terjadi korban pelanggaran Hak Asasi manusia (HAM).

“Sebagaimana diketahui para pekerja ilegal amat rentan terjadi korban pelanggaran hak asasi manusia, mereka berangkat tanpa melalui prosedur yang resmi, mereka seringkali terjebak dalam situasi yang berbahaya dan eksploitasi, karenanya harus ada edukasi kepada masyarakat tentang prosedur yang benar dalam perekrutan pekerja migran, agar tidak rentan terjadi korban pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM),” ucapnya lagi.

Berikut beberapa alasan mengapa PMI ilegal mengalami pelanggaran hak asasi manusia:

1. Kurangnya Perlindungan Hukum: PMI ilegal tidak memiliki akses terhadap perlindungan hukum yang sama seperti pekerja migran yang berangkat secara resmi. Hal ini membuat mereka sulit untuk melaporkan pelanggaran yang dialami, seperti penyiksaan, penipuan, atau pemerasan.

2. Eksploitasi Ekonomi: Banyak PMI ilegal yang dipaksa untuk bekerja dalam kondisi yang tidak layak, dengan upah yang sangat rendah, atau bahkan tanpa upah sama sekali. Mereka seringkali terjebak dalam hutang untuk membayar biaya keberangkatan yang tinggi.

3. Perdagangan Manusia: Jaringan penyelundupan sering kali beroperasi di balik pengiriman PMI ilegal, yang dapat menyebabkan mereka menjadi korban perdagangan manusia. Mereka bisa dipaksa bekerja dalam kondisi yang sangat buruk dan tidak memiliki kebebasan untuk melarikan diri.

4. Diskriminasi dan Stigma: PMI ilegal sering kali menghadapi stigma dan diskriminasi di negara tujuan, yang dapat menghalangi mereka untuk mendapatkan dukungan sosial atau akses ke layanan dasar.

5. Kondisi Keamanan yang Buruk: Dalam banyak kasus, PMI ilegal berada di lingkungan yang tidak aman, di mana mereka dapat menjadi sasaran kekerasan atau eksploitasi.

Melihat beberapa poin diatas, Umi Laili berharap penting bagi pemerintah dan organisasi terkait untuk meningkatkan upaya perlindungan bagi PMI, termasuk memberikan edukasi tentang proses legal untuk bekerja di luar negeri, serta memperkuat penegakan hukum terhadap jaringan penyelundupan dan pelanggaran hak asasi manusia.

“Dalam kesempatan ini, Kemenham berharap kerjasama/sinergitas antara instansi terkait dapat terus ditingkatkan untuk menciptakan sistem perlindungan yang lebih baik bagi para pekerja migran Indonesia. Upaya ini diharapkan dapat mencegah kejadian serupa di masa mendatang dan memastikan bahwa semua pekerja migran berangkat dengan cara yang legal dan aman," tuturnya.(*)

Foto : Umi Laili

Teks/Foto : BD Novelinna (Tim Publikasi DINAS KOMUNIKASI INFORMATIKA STATISTIK DAN PERSANDIAN )

Editor : Hermi Mastura, S,I.Kom