NUNUKAN, SIMPATIK - Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Kabupaten Nunukan mengungkapkan kebutuhan anggaran sebesar Rp69,8 miliar untuk menyelesaikan pembayaran gaji perangkat desa selama satu tahun.

Hal ini disampaikan Kabid. Administrasi dan Pemerintahan Desa Dinasn Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Kabupaten Nunukan, Fery Wahyudi, Kamis (24/5/25) melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Papdesi diruang Ambalat Kantor DPRD Nunukan.

Menurutnya Anggaran ini mencakup empat komponen utama yaitu Siltap Kepala Desa (Kades), Siltap Perangkat Desa (Prades), tunjangan Badan Permusyawaratan Desa (BPD), dan insentif Rukun Tetangga (RT).

Feri menjelaskan bahwa data tersebut diperoleh dari aplikasi Sistem Keuangan dan Informasi Pemerintahan Desa atau Siskuides Online tahun 2024, angka ini merupakan kebutuhan riil berdasarkan detail perhitungan bulanan.

“Jika dihitung secara total untuk keempat komponen tadi mencapai Rp69,8 miliar per tahun. Jika dibagi rata per bulan maka sekitar Rp5,8 miliar,” kata Feri Wahyudi.

Feri menambahkan bahwa penyaluran dana Alokasi Dana Desa (ADD) di beberapa tahap belum merata sehingga berdampak pada pembayaran gaji perangkat desa, misalnya di desa Butas Bagu yang membutuhkan sekitar Rp24 juta setiap bulan untuk membayar keempat komponen tersebut.

Pada tahap penyaluran ADD Januari 2024, tambahnya, dana yang disalurkan mencapai Rp29 juta sehingga cukup membayar satu bulan penuh kebutuhan gaji di desa tersebut.

Namun pada tahap Februari hanya tersalurkan sebesar Rp13,8 juta sehingga terjadi kekurangan hingga hampir Rp9 juta.

“Kondisi ini menyebabkan ketidakseimbangan dalam pembayaran gaji perangkat desa karena ada kelebihan dana di Januari tapi kekurangan besar di Februari,” jelas Feri lebih lanjut.

Selain itu, belum semua desa menyampaikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) secara lengkap melalui sistem Siskuides. Hal ini membuat data real-time penggunaan anggaran belum sepenuhnya tersedia untuk pengelolaan dana desa.

Meski demikian bagi desa-desa yang sudah mengunggah APBDes-nya melalui aplikasi tersebut, DPMD dapat memantau penggunaan anggaran dengan transparan dan akurat sebagai solusi pengelolaan dana berbasis digital.

Feri juga menyampaikan bahwa pihaknya mulai menarik data dari aplikasi Siskuides Online tahun 2025 untuk memastikan ketersediaan anggaran sesuai kebutuhan riil sepanjang tahun berjalan agar tidak terjadi lagi kekurangan dalam penyaluran gaji perangkat desa.

Penggunaan sistem Siskuides ini diharapkan proses pemantauan dan pelaporan penggunaan dana ADD menjadi lebih efektif serta membantu pemerintah daerah dalam memastikan hak-hak perangkat desa terpenuhi tepat waktu tanpa hambatan birokrasi.

Tanggapan BPKAD Nunukan

Di kesempatan yang sama, Kabid Anggaran BPKAD Nunukan, Hamid, menjelaskan bahwa anggaran Dana Desa bersumber dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH), penyalurannya dilakukan rutin setiap bulan.

Hamid menambahkan bahwa meskipun transfer DAU ke desa dilakukan tiap bulan, jumlah dana yang diterima seringkali tidak mencukupi kebutuhan desa, tentunya ini menjadi kendala dalam pengelolaan anggaran di tingkat desa.

Sementara itu, untuk DBH, proses transfernya berbeda karena dilakukan secara triwulan atau setiap tiga bulan sekali, dana DBH baru masuk ke kas daerah setelah periode tiga bulan berjalan sesuai aturan yang berlaku.

“ permasalah ini sama sudah kita ketahui cuma kita mencoba mencarikan solusi, penyaluran itu kita buat rutin baik dari sumber DAU dan DBH hanya saja diakhir konsekuensinya apakah nanti lebih bayar atau kurang bayar.

Setiap desa harus mengajukan Rencana Anggaran Biaya (RAB) untuk pembayaran gaji dan tunjangan, BPKAD nantinya akan menyesuaikan nilai transfer berdasarkan RAB tersebut sebagai solusi yang ditawarkan.

Sekretaris BPKAD Nunukan, Enos Ramba menjelaskan bahwa DBH tidak dapat langsung ditransfer kapan saja,  wajib mengikuti jadwal triwulan. Pemerintah Daerah nantinya mempertimbangkan kebijakan khusus agar proses transfer dana bisa tepat waktu.

“ Syarat penyaluran dana untuk pembayaran siltap adalah RAB) sebagai konfirmasi pembayaran dari desa, sebelumnya akan kita pelajari dulu,” kata Enos.

Ia menambahkan, perlu dipahami bahwa DAU dan DBH tidak sepenuhnya dialokasikan ke desa,  sesuai peraturan perundang-undangan, alokasi juga harus dibagi ke dinas pendidikan sebesar 20%, kesehatan 10%, dan infrastruktur 40% agar cash flow kabupaten tetap berjalan lancar tanpa hambatan pembiayaan belanja daerah lainnya.

Terdapat dua opsi pengelolaan anggaran: pertama menggunakan RAB sebagai dasar pencairan; kedua pembagian alokasi tahunan dibagi 12 bulan kemudian dilakukan rekonsiliasi realisasi pada akhir tahun sehingga jika terjadi selisih maka kuartal terakhir akan disesuaikan kembali.

Enos mengingatkan pengelolaan kas oleh masing-masing desa harus hati-hati agar tidak habis sebelum waktunya sementara transfer berikutnya belum diterima sehingga menyebabkan kesulitan membayar gaji operasional hingga akhir tahun.

Terkait ADD , kata Enos nilainya relatif kecil dibanding jumlah total desa sehingga persentase ADD untuk siltap sangat terbatas sedangkan sebagian besar digunakan untuk infrastruktur dan pembinaan lainnya.

Selama ini regulasi PMK membatasi penggunaan Dana Desa hanya boleh digunakan selain gaji aparat sedangkan besaran Dana Desa jauh melebihi ADD, namun penggunaannya sangat terbatas.

“ Sebenarnya aspirasi ini juga telah disuarakan di Kementerian Dalam Negeri melalui berbagai forum, standar gaji aparat desa saat ini belum cukup jika hanya mengandalkan ADD, apalagi batas maksimal penggunaannya hanya 40% sementara sisanya dipakai operasional.” Tutup Enos Ramba.***

Teks/Foto : Taufik, S.KSi, M.IKom (Tim Publikasi SEKRETARIAT DPRD )

Editor : Taufik, S.KSi, M.IKom