Nunukan, SIMP4TIK - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Nunukan melaksanakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama sejumlah instansi teknis pada Selasa (20/05/2025) pukul 11.00 WITA, bertempat di Ruang Ambalat I, Kantor DPRD Kabupaten Nunukan. Agenda RDP membahas secara khusus perihal Pemberhentian (pemecatan) dr. Yuanti Yunus Konda dari status sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemerintah Kabupaten Nunukan.

RDP ini dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Kabupaten Nunukan, Hj. Rahma Leppa, serta dihadiri oleh Wakil Ketua I DPRD Arpiah, S.T., Wakil Ketua II DPRD Hj. Andi Maryati, dan sejumlah anggota DPRD lintas komisi. Turut hadir pula Kepala BKPSDM Kabupaten Nunukan H. Sura’i, Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Nunukan Sabaruddin, SKM., M.Kes., Ketua IDI Kabupaten Nunukan dr. Sholeh, dan pihak-pihak terkait lainnya, termasuk dr. Yuanti Yunus Konda.

Dalam forum tersebut, dr. Yuanti Yunus Konda menyampaikan permohonan kepada DPRD Kabupaten Nunukan untuk memberikan perhatian dan fasilitasi dialog atas keputusan pemberhentian dirinya sebagai ASN berdasarkan Surat Keputusan Pemberhentian Dengan Hormat Tidak Atas Permintaan Sendiri (PDHTAPS) yang diterbitkan pada 14 April 2025.

Menurut penjelasan dr. Yuanti, ia telah mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Akupunktur Medik di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia sejak Juli 2022 dengan biaya pribadi, tanpa memperoleh izin belajar dari Pemerintah Kabupaten Nunukan, meskipun telah mengabdi di daerah terpencil selama lebih dari enam tahun dan mendapatkan rekomendasi dari Gubernur Kalimantan Utara.

Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Nunukan, Sabaruddin, dalam keterangannya menyampaikan bahwa usulan pemberhentian terhadap dr. Yuanti diajukan berdasarkan masukan dari Puskesmas Mansalong, Kecamatan Lumbis, tempat yang bersangkutan bertugas, dengan alasan tidak melaksanakan tugas sebagaimana mestinya.

Sementara itu, Kepala BKPSDM Kabupaten Nunukan, H. Sura’i, menegaskan bahwa BKPSDM tidak memiliki kewenangan eksekusi, melainkan hanya menyampaikan usulan dari perangkat daerah teknis ke Badan Kepegawaian Negara (BKN), yang kemudian mengambil keputusan akhir.

Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kabupaten Nunukan, dr. Sholeh, dalam RDP mengungkapkan bahwa selain dr. Yuanti, terdapat tiga dokter spesialis lainnya yang juga diberhentikan oleh Pemkab Nunukan dengan alasan serupa, yaitu dr. Andi Hariyanti, dr. Wahyu Rahmad Hariyadie, dan dr. Fitriani. Padahal keempat dokter tersebut tengah menjalani Tugas Belajar (Tubel) dengan biaya mandiri.

DPRD Kabupaten Nunukan dalam forum tersebut menyampaikan keprihatinan terhadap kebijakan tersebut. Para anggota DPRD menilai bahwa di tengah keterbatasan tenaga medis spesialis di Kabupaten Nunukan, pemerintah seharusnya mendukung upaya peningkatan kapasitas para dokter, terlebih ketika mereka membiayai sendiri pendidikan lanjutannya.

“Keputusan pemberhentian ini menjadi sangat ironis, mengingat Pemkab Nunukan tengah berupaya meningkatkan kualitas layanan kesehatan melalui pembangunan Rumah Sakit Pratama di beberapa wilayah. Justru dalam situasi ini, pemerintah malah mengurangi jumlah dokter spesialis,” ujar anggota DPRD Andi Mulyono.

Sebagai kesimpulan Rapat Dengar Pendapat, DPRD Kabupaten Nunukan menyampaikan rekomendasi agar Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kabupaten Nunukan mengusulkan kepada BKN untuk meninjau kembali keputusan pemberhentian dan mempertimbangkan pengaktifan kembali keempat dokter spesialis tersebut sebagai ASN di lingkungan Pemerintah Kabupaten Nunukan.(*)

 

Foto : Eddy

Teks/Foto : BD Novelinna (Tim Publikasi DINAS KOMUNIKASI INFORMATIKA STATISTIK DAN PERSANDIAN )

Editor : Hermi Mastura, S,I.Kom