Nunukan, SIMP4TIK — Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) melalui Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik, dan Persandian (DKISP) bekerja sama dengan DPRD Kaltara secara resmi membuka seleksi calon Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Kaltara periode 2026–2029.

Sosialisasi seleksi ini dilaksanakan pada Jumat (29/8/2025) di Café Sayn, Nunukan, dan dihadiri oleh berbagai elemen masyarakat, termasuk organisasi media dan komunitas penyiaran.

Anggota DPRD Kaltara, H. Ladullah, menjelaskan bahwa ini adalah pembentukan KPID pertama di provinsi termuda Indonesia tersebut, ia mengatakan, inisiatif ini datang dari Komisi I DPRD yang merasa prihatin karena hingga kini Kaltara belum memiliki lembaga resmi untuk mengawasi penyiaran.

"KPID ini seharusnya sudah ada sejak lama, tapi selalu mandek di perencanaan. Sekarang saatnya kita serius, saya mengetuk hati organisasi-organisasi, termasuk media, untuk ikut terlibat dan bergabung," ujar Ladullah.

Menurutnya, masih banyak media dan siaran yang tidak terdaftar tetapi aktif beroperasi di Kaltara, bahkan siaran dari negara tetangga seperti TV3 Malaysia juga bisa ditangkap di wilayah perbatasan.

"Ini menjadi tantangan kita bersama, jika KPID terbentuk, maka kita bisa lebih aktif mengawasi isi siaran yang masuk dan beredar di wilayah kita," tambahnya.

Sementara itu, Ketua Tim Seleksi KPID Kaltara, Jufri, S.Hut, menyampaikan bahwa DPRD memberikan dukungan penuh terhadap proses seleksi yang dilaksanakan oleh DKISP.

Ia menjelaskan bahwa tugas utama KPID adalah mengawasi isi siaran dari televisi, radio, hingga media digital yang berkembang pesat seperti YouTube, TikTok, Instagram, dan Facebook.

"Memang media sosial belum sepenuhnya menjadi kewenangan KPID dalam UU nomor 32 Tahun 2022, tetapi di daerah perbatasan seperti Kaltara, kita perlu pengawasan ekstra terhadap informasi yang masuk," jelas Jufri.

Ia juga menekankan pentingnya peran KPID dalam menangkal penyebaran hoaks, ujaran kebencian, dan konten yang bersifat intoleran di berbagai platform penyiaran.

"Meskipun media sosial belum diatur secara khusus dalam undang-undang, kami berharap KPID nantinya juga bisa ikut memantau dan mencegah penyebaran informasi yang bisa memecah belah masyarakat," tutupnya.(*)

Teks/Foto : BD Novelinna (Tim Publikasi DINAS KOMUNIKASI INFORMATIKA STATISTIK DAN PERSANDIAN )

Editor : Hermi Mastura, S,I.Kom