Nunukan, SIMP4TIK - Sampah plastik menjadi tantangan serius bagi Kabupaten Nunukan, dengan timbulan mencapai 15 hingga 20 ton per hari, angka ini peringatan bahwa tanpa penanganan yang sistematis dan berkelanjutan, sampah bisa menumpuk, menggunung, bahkan berpotensi menciptakan "lautan plastik" yang merusak ekosistem.
Menghadapi persoalan ini, Pemerintah Kabupaten Nunukan tidak tinggal diam, dalam rangka mendukung salah satu pilar utama dari Asta Cita pemerintahan Prabowo-Gibran yakni pengelolaan 50 Persen sampah nasional pada 2025 Pemkab Nunukan kini memacu berbagai inisiatif lokal berbasis teknologi tepat guna dan partisipasi masyarakat.
Langkah strategis yang diambil Pemkab Nunukan salah satunya adalah memperkuat peran Bank Sampah dan TPS3R (Tempat Pengelolaan Sampah Reduce-Reuse-Recycle) yang tersebar di berbagai wilayah, melalui pendekatan ini, sampah dipilah langsung di sumber, dibersihkan, dan diolah menjadi produk bernilai ekonomis.
Salah satu contoh suksesnya adalah Bank Sampah Borneo Bersinar di Kelurahan Tanjung Harapan, Kecamatan Nunukan Selatan, di sini, pengelolaan sampah plastik tidak hanya menghasilkan produk unggulan seperti paving block dan pelampung untuk petani rumput laut, tetapi juga membuka lapangan kerja dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya memilah sampah.
Andi Maskur Badawi, pengelola Bank Sampah Borneo Bersinar sekaligus inovator daur ulang di Nunukan, menjelaskan bahwa paving block yang diproduksinya menggunakan plastik bekas botol oli dan air mineral, dengan bantuan tiga karyawan, mereka mampu memproduksi 100 hingga 200 paving block per hari menggunakan mesin pemanas plastik.
Pesanan pun datang, termasuk dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Nunukan, yang memesan 5.100 paving block untuk halaman kantornya seluas 167 meter persegi, artinya, lebih dari 5 ton sampah plastik berhasil didaur ulang menjadi produk bermanfaat.
Kepala BPBD Nunukan, Arief Budiman, menyampaikan bahwa penggunaan paving block berbahan plastik daur ulang merupakan bentuk nyata dukungan terhadap pengelolaan sampah berkelanjutan.
“Ini pertama kalinya digunakan di Nunukan, daya tahannya bahkan mencapai 10 ton. Harapannya OPD-OPD lain bisa mengikuti,” ujarnya.
Inovasi ini membawa manfaat ganda secara ekologis mengurangi sampah masuk ke TPA, dan secara ekonomis memberikan penghasilan tambahan bagi masyarakat, khususnya yang tinggal di daerah pesisir.
Mereka tak hanya menjual sampah plastik ke bank sampah, tetapi juga terlibat langsung dalam proses produksi.
“Konsep kami adalah 3E Edukasi, Ekologi, dan Ekonomi. Masyarakat dapat penghasilan dari mengumpulkan sampah, sekaligus belajar pentingnya memilah sampah,” tambah Andi Maskur.
Harga jual paving block plastik ini memang relatif lebih tinggi, yakni Rp 15.000 per buah. Namun, kualitas dan daya tahannya terbukti lebih unggul dibanding paving konvensional dari semen dan pasir.
Kepala Bidang Pengelolaan Persampahan DLH Nunukan, Muhammad Irfan Akmad, menyampaikan bahwa saat ini sekitar 30 persen sampah di Nunukan telah berhasil diolah di sumber, baik melalui bank sampah, TPS3R, maupun komposter rumah tangga.
“Sisanya, 70 persen masih masuk ke TPA. Target kami adalah membalik komposisi ini, agar lebih banyak sampah yang dikelola langsung di sumber,” ujar Irfan.
DLH mencatat, sistem pengelolaan berbasis sumber telah diterapkan oleh sejumlah bank sampah, termasuk Bank Sampah Unit Karya Bersama, Bank Sampah Unit Nunukan Clean, serta Bank Sampah Lanuka di Lapas Nunukan, inovasi yang dikembangkan mencakup komposter organik, pelampung, hingga paving block dari plastik daur ulang.
Salah satu bentuk dukungan terhadap Asta Cita yang menarik perhatian adalah keterlibatan Lapas Kelas IIB Nunukan, melalui Bank Sampah Lanuka, mereka aktif mengelola sampah dari kerja bakti lintas sektor dan memproduksi paving block plastik sendiri.
Bupati Nunukan, Irwan Sabri, menyatakan dukungan penuhnya terhadap upaya ini, menurutnya, program ini sejalan dengan misi nasional Asta Cita dan menjadi contoh nyata pelibatan semua pihak dalam pengelolaan sampah.
“Kita sudah bekerjasama dengan bank sampah dan Lapas Nunukan. Ini adalah bentuk konkret pelaksanaan Asta Cita Presiden Prabowo,” ujarnya.
Meski Lapas Nunukan sempat mengalami kendala ketersediaan bahan baku sampah plastik, Bupati optimis produksi akan meningkat seiring waktu dan semakin banyak masyarakat yang terlibat dalam pengumpulan sampah.
Melalui inovasi ini, Nunukan kini menjadi salah satu daerah yang proaktif dalam mendukung target pengelolaan 50 persen sampah nasional pada tahun 2025, sebagaimana yang dicita-citakan dalam Asta Cita Pemerintah Pusat.
Pengelolaan berbasis sumber, kolaborasi antar sektor, serta transformasi sampah menjadi produk bernilai guna telah membuka jalan bagi terciptanya ekosistem pengelolaan sampah yang tidak hanya berorientasi pada pengurangan volume, tetapi juga pemberdayaan ekonomi masyarakat dan pelestarian lingkungan.
Sebagaimana disampaikan oleh Bupati Irwan Sabri, “Kita tidak bisa menunggu, Pengelolaan sampah harus dilakukan bersama, dari rumah hingga kantor pemerintahan, dari masyarakat pesisir hingga lembaga pemasyarakatan, inilah wujud nyata kontribusi Nunukan untuk Indonesia yang bersih, lestari, dan mandiri," tutupnya.(*)
Teks/Foto : BD Novelinna (Tim Publikasi DINAS KOMUNIKASI INFORMATIKA STATISTIK DAN PERSANDIAN )
Editor : Hermi Mastura, S,I.Kom