Nunukan, SIMP4TIK - Belakangan ini, muncul wacana tentang perubahan mekanisme pemilihan gubernur yang tidak lagi melalui Pemilihan Umum (Pemilu) langsung oleh rakyat, melainkan ditunjuk langsung oleh Presiden dengan persetujuan DPR dan DPRD. Ide ini menuai pro dan kontra di masyarakat. Sebagian mendukung dengan alasan efisiensi dan stabilitas politik, sementara yang lain khawatir ini bisa mengurangi demokrasi dan kedaulatan rakyat.

Apa Itu Wacana Pemilihan Gubernur oleh Presiden?

Dalam sistem yang diusulkan, gubernur tidak lagi dipilih langsung oleh masyarakat, melainkan ditunjuk oleh Presiden setelah melalui persetujuan DPR (tingkat nasional) dan DPRD (tingkat provinsi). Pendukung wacana ini berargumen bahwa:

  1. Proses Lebih Cepat dan Efisien – Pemilihan gubernur langsung sering memakan waktu lama dan biaya besar. Dengan penunjukan, diharapkan proses lebih singkat.

  2. Mengurangi Konflik Politik – Pilkada sering memicu polarisasi di masyarakat. Sistem baru ini dianggap bisa meminimalisir gesekan politik.

  3. Koordinasi Pusat-Daerah Lebih Baik – Gubernur yang ditunjuk Presiden diharapkan lebih sejalan dengan program pemerintah pusat, sehingga pembangunan lebih terintegrasi.

Tapi, Apa Risikonya?

Di sisi lain, banyak yang menolak karena beberapa alasan:

  1. Mengurangi Demokrasi – Rakyat kehilangan hak memilih pemimpinnya secara langsung, sehingga suara publik bisa terabaikan.

  2. Potensi KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme) – Penunjukan oleh elite politik berisiko dimanipulasi untuk kepentingan kelompok tertentu.

  3. DPR/DPRD Bisa Dikendalikan – Jika proses persetujuan bergantung pada DPR/DPRD, maka partai politik besar bisa mendominasi, memperparah oligarki.

Bagaimana dengan Otonomi Daerah?

Salah satu prinsip reformasi 1998 adalah desentralisasi kekuasaan, di mana daerah memiliki kewenangan lebih besar untuk mengatur diri sendiri. Jika gubernur ditunjuk pusat, dikhawatirkan otonomi daerah melemah dan kebijakan menjadi terlalu sentralistik.

Solusi Tengah: Mungkinkah?

Jika wacana ini benar-benar dipertimbangkan, perlu ada mekanisme yang transparan dan melibatkan partisipasi publik, misalnya:

  • Proses Fit and Proper Test yang Ketat – Calon gubernur harus melalui uji kelayakan terbuka.

  • Peran Publik dalam Pengawasan – Masyarakat harus bisa memberikan masukan sebelum DPR/DPRD menyetujui calon.

  • Pemilihan dari Beberapa Kandidat – Presiden bisa mengajukan beberapa nama, lalu DPRD memilih yang terbaik.

Kesimpulan

Wacana penunjukan gubernur oleh Presiden punya sisi positif dalam hal efisiensi, tetapi juga risiko besar terhadap demokrasi dan akuntabilitas. Jika memang akan diterapkan, harus ada jaminan bahwa prosesnya tidak mengabaikan suara rakyat dan bebas dari kepentingan politik sempit.

Bagaimana pendapatmu? Setuju atau tidak dengan gubernur ditunjuk Presiden? Berikan opinimu!

Teks/Foto : Iskandar (Tim Publikasi DINAS KOMUNIKASI INFORMATIKA STATISTIK DAN PERSANDIAN )

Editor : Hermi Mastura, S,I.Kom