DPRD, SIMPATIK - Di Desa Wayagung, Kecamatan Krayan Timur, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, suara langkah kaki yang berpacu dengan detak jantung pasien menjadi pemandangan sehari-hari. Warga menandu kerabat yang sakit menembus hutan lebat dan jalan setapak demi menuju pusat kesehatan di Long Bawan.
Perjuangan itu tidak sebentar. Perjalanan bisa memakan waktu belasan jam dengan menyeberangi sungai dan menaklukkan medan licin. Di tengah keterbatasan, warga bergantian memikul tandu darurat yang hanya terbuat dari kayu dan kain seadanya.
Bagi warga Wayagung, pilihan itu satu-satunya harapan ketika seseorang jatuh sakit. Tidak ada jalan yang bisa dilalui kendaraan. Sementara pertolongan medis hanya tersedia di pusat Kecamatan Krayan yang berjarak puluhan kilometer.
“Kami tidak punya pilihan lain,” kata seorang warga, menuturkan bagaimana mereka harus menempuh perjalanan panjang meski pasien dalam kondisi kritis. Setiap langkah menjadi taruhan nyawa.
Ketua Komisi III DPRD Nunukan Ryan Antoni menyaksikan langsung kesulitan tersebut. Ia menilai situasi itu tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Menurutnya, pemerintah daerah dan pusat harus bergerak cepat membuka keterisolasian Wayagung.
“Pemerintah harus hadir, bukan hanya memberi empati. Bangun jalan, itu kebutuhan utama warga,” tegas Ryan Antoni, Selasa (23/9/2025). Ia menekankan bahwa pembangunan jalan akan memutus rantai kesulitan akses kesehatan dan logistik masyarakat perbatasan.
Infrastruktur Jalan Jadi Kunci
Ryan menjelaskan, jalur darat yang layak akan mengurangi risiko keterlambatan penanganan medis. Saat ini, jarak yang seharusnya dapat ditempuh beberapa jam dengan kendaraan bermotor menjadi perjalanan penuh bahaya yang bisa memakan waktu seharian.
Ia menegaskan, pembangunan jalan bukan sekadar memudahkan warga sakit menuju fasilitas kesehatan. Infrastruktur itu juga membuka akses distribusi pangan, pendidikan, dan perekonomian. “Jalan adalah urat nadi kehidupan. Tanpa itu, Wayagung akan terus terisolasi,” ujarnya.
DPRD Nunukan siap mengawal anggaran dan kebijakan agar proyek pembangunan jalan ke Wayagung masuk prioritas. Ryan meminta pemerintah provinsi dan pusat segera memasukkan program ini ke dalam rencana pembangunan jangka menengah.
Warga setempat pun berharap janji pemerintah tidak berhenti di atas kertas. Mereka menunggu langkah nyata yang bisa dirasakan langsung, bukan sekadar ucapan belas kasihan.
Potret Kehidupan di Perbatasan
Desa Wayagung terletak di wilayah perbatasan Indonesia–Malaysia. Lanskap pegunungan, hutan lebat, dan jalur sungai yang deras menjadi tantangan harian. Ketika musim hujan tiba, jalur setapak yang biasa dilalui warga semakin licin dan berbahaya.
Kondisi geografis yang berat membuat distribusi bahan pokok dan layanan kesehatan sangat terbatas. Harga kebutuhan sehari-hari pun melonjak karena sulitnya transportasi. Anak-anak sekolah sering harus berjalan berjam-jam untuk mencapai bangunan sekolah yang berada di desa tetangga.
Bagi masyarakat Wayagung, setiap rencana pembangunan dari pemerintah adalah secercah harapan. Mereka percaya kehadiran jalan darat akan mengubah wajah desa yang selama ini seolah terlupakan.
Selama infrastruktur belum terwujud, pemandangan warga menandu pasien akan tetap menjadi cerita nyata. Kisah perjuangan itu menjadi pengingat bahwa di sudut perbatasan, warga masih menunggu bukti kehadiran negara.
Harapan kini tertuju pada komitmen pemerintah daerah, provinsi, dan pusat. Jika janji pembangunan jalan benar-benar diwujudkan, suara langkah kaki di jalur hutan Wayagung suatu hari bisa berganti dengan deru kendaraan yang membawa kehidupan baru bagi masyarakat perbatasan.***
Teks/Foto : Taufik, S.KSi, M.IKom (Tim Publikasi SEKRETARIAT DPRD )
Editor : Taufik, S.KSi, M.IKom