Oleh: Andi Yakub, S.Kep., Ns. (Anggota DPRD Kabupaten Nunukan)

OPINI, SIMP4TIK - Kabupaten Nunukan dikenal sebagai salah satu sentra produksi rumput laut nasional yang memiliki kontribusi signifikan terhadap perekonomian daerah dan kesejahteraan masyarakat pesisir. Letak geografisnya yang strategis serta kondisi perairan yang mendukung menjadikan kawasan ini sebagai lokasi ideal untuk budidaya rumput laut. Ribuan keluarga menggantungkan hidup mereka dari hasil panen rumput laut yang diolah dan didistribusikan ke berbagai daerah hingga mancanegara.

Namun, sektor strategis ini kini menghadapi tantangan serius yang mengancam keberlanjutan budidaya. Harga rumput laut yang anjlok menjadi masalah utama, menyebabkan pendapatan petani merosot tajam. Penurunan harga ini disinyalir dipengaruhi oleh fluktuasi pasar global serta ketergantungan pada tengkulak yang seringkali menetapkan harga sepihak. Di sisi lain, maraknya pencurian dan pengrusakan bentangan budidaya turut memperburuk situasi.

Salah satu bentuk pengrusakan yang paling meresahkan adalah praktik pemukat jangkar—yakni metode penangkapan ikan menggunakan jangkar yang ditarik di dasar laut. Praktik ini tidak hanya merusak ekosistem bawah laut, tetapi juga menghancurkan bentangan tali tempat rumput laut dibudidayakan. Kerusakan ini menyebabkan kerugian besar bagi petani yang membutuhkan waktu dan biaya untuk memperbaiki fasilitas budidaya.

Konflik antara pembudidaya rumput laut dan pemukat jangkar telah berlangsung selama bertahun-tahun. Meskipun DPRD Kabupaten Nunukan telah berulang kali memfasilitasi mediasi antar pihak, penyelesaian konflik belum tercapai secara menyeluruh. Bahkan, beberapa insiden terakhir menunjukkan bahwa permasalahan ini tidak hanya terus berulang, tetapi juga semakin meluas ke wilayah perairan lain di sekitar Nunukan.

Fakta ini menegaskan bahwa pendekatan persuasif melalui mediasi dan sosialisasi belum cukup untuk menghentikan praktik merusak tersebut. Diperlukan langkah konkret berupa penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku perusakan, demi memberikan efek jera dan perlindungan kepada para pembudidaya. Tanpa adanya kejelasan tindakan hukum, pembudidaya akan terus berada dalam posisi rentan.

Sebagai bentuk keseriusan pemerintah dalam menyikapi situasi ini, Gubernur Kalimantan Utara telah menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 26 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Rumput Laut. Peraturan ini secara eksplisit melarang aktivitas yang merusak bentangan budidaya serta memberikan dasar hukum bagi aparat untuk melakukan penindakan terhadap pelanggaran. Hal ini menjadi angin segar bagi para pembudidaya yang selama ini merasa tidak mendapatkan perlindungan yang memadai.

Sayangnya, meskipun peraturan tersebut sudah diterbitkan, pelaksanaannya di lapangan masih menemui kendala. Hingga saat ini, belum ada perintah operasional resmi ataupun alokasi anggaran yang memadai untuk pengawasan laut secara berkala. Tanpa pengawasan yang efektif dan sumber daya yang mendukung, peraturan tersebut berisiko menjadi dokumen semata tanpa dampak nyata. Pemerintah daerah perlu segera bergerak untuk memastikan bahwa regulasi yang sudah ada dapat dijalankan secara optimal demi melindungi masa depan sektor rumput laut Nunukan.

Solusi Penegakan Aturan Dan Perlindungan Hukum Pembudidaya

Terhadap hal ini beberapa poin penting yang perlu segera menjadi perhatian bersama demi menjamin keamanan dan keberlanjutan usaha masyarakat pesisir, khususnya para pembudidaya rumput laut di wilayah Nunukan.

Ancaman terhadap kegiatan budidaya ini tidak hanya datang dari faktor alam, tetapi juga dari kurangnya pengawasan serta lemahnya penegakan hukum terhadap pelanggaran di wilayah laut. Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah konkrit yang melibatkan berbagai pihak secara sinergis.

Pertama, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten perlu segera mengalokasikan anggaran khusus untuk operasional pengawasan laut. Anggaran ini sangat penting untuk mendukung kegiatan perlindungan terhadap sentra budidaya rumput laut yang selama ini menjadi tumpuan ekonomi masyarakat pesisir. Tanpa dukungan dana yang memadai, upaya pengawasan tidak akan berjalan efektif dan potensi kerugian bagi para pembudidaya akan terus berulang.

Kedua, pengawasan dan penindakan di wilayah laut tidak dapat dilakukan oleh satu institusi saja. Perlu adanya keterlibatan lintas sektor seperti Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi, Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), serta aparat penegak hukum maritim seperti TNI Angkatan Laut dan Polisi Perairan dan Udara (Polairud). Kolaborasi ini akan memperkuat fungsi pengawasan serta menjamin ketegasan dalam penindakan terhadap pelaku ilegal.

Ketiga, dibutuhkan pembentukan tim pengawas terpadu yang melibatkan unsur pemerintah daerah, masyarakat pembudidaya, serta instansi vertikal yang memiliki kewenangan di laut. Tim ini tidak hanya bertugas melakukan pengawasan rutin, tetapi juga membangun komunikasi langsung dengan para pembudidaya guna memahami persoalan di lapangan secara menyeluruh. Kehadiran tim terpadu ini diharapkan bisa mempercepat respon atas ancaman yang muncul di sentra-sentra budidaya.

Keempat, perlu dilakukan sosialisasi intensif terhadap Peraturan Gubernur (Pergub) No. 26 Tahun 2024 kepada seluruh pelaku usaha kelautan. Sosialisasi ini penting agar regulasi tersebut benar-benar dipahami dan dijalankan oleh semua pihak, baik itu pembudidaya maupun nelayan pemukat. Tanpa pemahaman yang baik, aturan hanya akan menjadi dokumen formalitas yang tidak efektif dalam pelaksanaannya.

Di sisi lain, perlu kita sadari bahwa masyarakat pesisir Nunukan, khususnya para petani rumput laut, tidak menuntut hal yang berlebihan. Mereka hanya menginginkan ruang untuk bekerja dengan aman, tanpa rasa takut terhadap ancaman maupun kerugian akibat tindakan ilegal. Harapan mereka sangat sederhana: bekerja dengan tenang, hasil panen tidak rusak, dan usaha mereka mendapat perlindungan dari negara.

Sudah saatnya negara hadir tidak hanya dengan regulasi di atas kertas, tetapi juga dengan tindakan nyata di lapangan. Pemerintah harus memberikan rasa aman dan kepastian hukum kepada masyarakat pesisir yang selama ini menjadi garda terdepan dalam mengelola sumber daya kelautan. Perlindungan terhadap pembudidaya rumput laut bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga bagian dari keadilan sosial yang harus dijunjung tinggi oleh semua pihak.***

Teks/Foto : Taufik, S.KSi, M.IKom (Tim Publikasi SEKRETARIAT DPRD )

Editor : Taufik, S.KSi, M.IKom