OPINI, SIMPATIK - Pulau Sebatik, wilayah strategis yang berbatasan langsung dengan Malaysia, telah lama berdiri sebagai garda terdepan kedaulatan Indonesia. Namun ironisnya, selama bertahun-tahun Sebatik justru seolah menjadi halaman belakang negeri.

Tidak adanya titik keluar-masuk (exit-entry point) resmi, keterbatasan infrastruktur, hingga lemahnya koordinasi antar-lembaga membuat Sebatik terpinggirkan dalam narasi pembangunan nasional.

Pengalaman langsung sebagai wakil rakyat dari daerah perbatasan membawa saya pada pemahaman mendalam tentang peliknya realitas di lapangan. Karena itu, saya menuliskan opini di harian Kompas pada 21 April 2025, berjudul "PLBN Sebatik Butuh Perhatian".

Tulisan itu bukan opini pribadi, melainkan panggilan nurani dan tanggung jawab moral agar negara hadir secara utuh di tanah tapal batas.

Tulisan itu, mendapat respon dari pemerintah pusat. Saya diundang oleh Kantor Staf Presiden (KSP) untuk menyampaikan langsung kondisi faktual Sebatik dalam rapat koordinasi lintas kementerian/lembaga pada 14 Mei 2025 di Jakarta. Forum ini menjadi titik awal di mana Sebatik tidak lagi bicara sendirian.

Komitmen KSP tidak berhenti pada ruang rapat. Pada 27 Mei 2025, KSP bersama para pemangku kepentingan lintas sektor melaksanakan kunjungan kerja langsung ke Pulau Sebatik. Mereka menyaksikan langsung kehidupan warga dan mendengar keluhan yang selama ini hanya terdengar samar dari pusat kekuasaan. Momen ini menandai sebuah langkah konkret menuju perubahan.

Kunjungan tersebut juga menjadi bagian dari rangkaian kunjungan kerja Kepala Staf Kepresidenan RI di Kalimantan Utara. Rapat koordinasi pengoperasian PLBN Sebatik dilangsungkan di Kantor PLBN Sebatik, Nunukan, dengan kehadiran tokoh-tokoh penting seperti Deputi 1 KSP, Kepala BNPP, Gubernur Kaltara, Bupati Nunukan, unsur TNI-Polri, dan instansi terkait lainnya.

Yang membanggakan, 99% peserta rapat menyatakan kesiapan mendukung percepatan operasional PLBN Sebatik. Ini bukan hanya janji, tapi sinyal kuat bahwa perubahan yang diperjuangkan sejak lama mulai mendapat ruang dan arah yang jelas.

PLBN Sebatik, Harapan yang Mulai Bernafas

Sebagai hasil pengamatan saya menyimak pendapat para tokoh dan lembaga yang hadir, maka saya menyimpulkan tiga langkah strategis agar operasionalisasi PLBN Sebatik benar-benar terwujud, pertama, dibutuhkan dasar hukum berupa Peraturan Presiden (Perpres) untuk memindahkan titik keluar-masuk dari Tunon Taka (Nunukan) ke PLBN Sebatik. Tanpa payung hukum, semua rencana hanya akan menjadi wacana tanpa pelaksanaan.

Kedua, Kementerian Luar Negeri RI harus segera menindaklanjuti Border Crossing Agreement (BCA) dengan Pemerintah Sabah, Malaysia. Kesepakatan bilateral ini menjadi kunci agar keberadaan PLBN tidak hanya diakui secara nasional, tapi juga terhubung dengan sistem lintas negara yang sah dan legal.

Ketiga, struktur pengelolaan PLBN Sebatik perlu dibentuk secara profesional dan fungsional. Jangan sampai PLBN hanya menjadi bangunan megah tanpa fungsi. Harus ada SDM yang mumpuni, sistem kerja yang efisien, dan pelayanan yang benar-benar menjawab kebutuhan masyarakat perbatasan.

Hadirnya PLBN bukan hanya soal infrastruktur. Ini merupakan simbol keadilan pembangunan, pemenuhan hak dasar warga negara, dan penguatan kedaulatan negara. Dalam konteks Sebatik, PLBN berarti membuka akses resmi, menutup jalur ilegal, melindungi warganya, serta membuka peluang ekonomi dan perdagangan lokal yang selama ini tersekat.

Kehadiran negara melalui PLBN juga akan memperkuat sistem keamanan nasional. Pulau Sebatik, yang selama ini menjadi pintu masuk dan keluar barang maupun orang tanpa pengawasan ketat, akan berubah menjadi wilayah terintegrasi dalam sistem keimigrasian, kepabeanan, dan karantina. Ini penting untuk melindungi masyarakat dari ancaman transnasional seperti narkotika, perdagangan manusia, dan barang ilegal.

Dalam kesempatan tersebut, Kepala BNPP menyatakan siap melaksanakan mandat percepatan sesuai kewenangan. Gubernur Kalimantan Utara pun menggarisbawahi pentingnya perhatian serupa untuk PLBN lainnya seperti Sei Menggaris dan Krayan. Artinya, Sebatik bisa menjadi contoh nasional—sebuah pilot project PLBN ideal yang berangkat dari desakan wilayah pesisir.

Sebagai wakil rakyat, saya merasa lega karena suara dari Sebatik akhirnya menggema ke pusat. Ini bukan kemenangan pribadi, melainkan bukti bahwa suara dari daerah, jika disuarakan dengan niat baik dan data yang akurat, mampu mengetuk ruang-ruang kebijakan.

Kini, tantangannya adalah menjaga momentum ini tetap hidup, jangan sampai perhatian yang telah terbangun kembali memudar. Kita harus terus mengawal agar PLBN Sebatik benar-benar beroperasi dan memberi manfaat bagi masyarakat perbatasan.

Sudah saatnya Sebatik tidak hanya dikenang sebagai wilayah yang berjasa menjaga kedaulatan, tapi juga sebagai wilayah yang diberi keadilan pembangunan. Karena dalam keadilan itu, negara menunjukkan keberpihakan sejatinya.

*Salam hormat, Andi Yakub,S.Kep, Ns (Anggota DPRD Kabupaten Nunukan)

Teks/Foto : Taufik, S.KSi, M.IKom (Tim Publikasi SEKRETARIAT DPRD )

Editor : Taufik, S.KSi, M.IKom