Nunukan, SIMP4TIK – Pemerintah Kabupaten Nunukan melalui Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata (Disbudporapar) menyelenggarakan Workshop Ekowisata Mangrove dan Sosialisasi Rehabilitasi Ekosistem Mangrove selama Tiga hari, 29–31 Oktober 2025, bertempat di Objek Daya Tarik Wisata (ODTW) Hutan Mangrove Belaga One Karya Nusa, Kelurahan Sedadap, Nunukan Selatan.
Kegiatan ini diikuti oleh 45 peserta yang berasal dari Pokdarwis Busoy Batu Bedinding Air Terjun Binusan, Pokdarwis Pagun Taka, dan Pokdarwis Belaga One Karya Nusa.
Pada hari keTiga, jumlah peserta bertambah menjadi 75 orang, dengan bergabungnya TNI AL Nunukan, pihak Kelurahan Nunukan Selatan, dan masyarakat sekitar kawasan wisata mangrove untuk kegiatan penanaman bibit mangrove.
Mewakili Bupati Nunukan, Asisten Administrasi Umum Drs. Syafarudin membuka kegiatan secara resmi.
Dalam sambutannya, beliau menyampaikan apresiasi kepada panitia dan peserta yang turut serta dalam kegiatan yang dinilainya sangat strategis dalam upaya menjaga kelestarian lingkungan pesisir dan ekosistem mangrove.
“Kita semua punya tanggung jawab untuk menjaga mangrove, karena dari sinilah sumber kehidupan banyak masyarakat pesisir. Pemerintah daerah tentu tidak bisa bekerja sendiri. Diperlukan kolaborasi semua pihak agar manfaat mangrove tetap dirasakan hingga generasi berikutnya,” ucapnya.
Syafarudin menambahkan, ekosistem mangrove memiliki nilai ekologis, sosial, dan ekonomi yang besar — tidak hanya melindungi pesisir dari abrasi, tetapi juga menjadi potensi wisata dan sumber penghidupan bagi masyarakat.
Kepala Disbudporapar Nunukan, Abdul Halid, ST., M.A.P., dalam laporannya menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari DPA Tahun Anggaran 2025, melalui dua subkegiatan yaitu peningkatan kapasitas SDM pengelola daya tarik wisata unggulan dan pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan destinasi pariwisata.
“Kegiatan ini tidak hanya pelatihan bagi pengelola wisata, tetapi juga aksi nyata berupa penanaman 1.000 bibit mangrove secara simbolis yang dilanjutkan oleh peserta dan panitia,” jelasnya.
Ia menegaskan, tujuan utama kegiatan ini adalah meningkatkan kapasitas masyarakat Pokdarwis dalam pengelolaan pariwisata berkelanjutan, serta mendorong kolaborasi antarinstansi dalam pengembangan wisata berbasis ekologi dan konservasi.
Selain itu, kegiatan ini juga diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat bahwa mangrove adalah aset wisata sekaligus aset lingkungan.
Workshop menghadirkan sejumlah narasumber dari berbagai instansi teknis dan akademisi, antara lain Yarius Pare Ruru, ST. dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Nunukan, Wahyuni Sulistyawati, S.Hut., M.AP. dari UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Utara, serta perwakilan dari The North Borneo Adventure (TNBA).
Dalam pemaparannya, Yarius Pare Ruru menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara kegiatan wisata dan daya dukung lingkungan.
Sementara Wahyuni Sulistyawati menjelaskan peran KPH dalam mendorong sinergi konservasi dan pemberdayaan masyarakat.
Perwakilan TNBA menambahkan pengalaman praktis mengenai pengelolaan wisata berbasis alam dan konservasi di kawasan pesisir.
Dari sisi akademisi, hadir tiga narasumber dari Universitas Udayana Bali:
Ida Bagus Suryawan, ST., M.Si., Dr. I Made Bayu Ariwangsa, S.S., M.Par., M.Rech., dan Dr. I Ketut Antara, SST.Par., M.Par.
Ketiganya memberikan pandangan dan strategi pengembangan ekowisata mangrove berbasis konservasi, edukasi, dan pelibatan masyarakat.
Ida Bagus Suryawan membuka sesi dengan penjelasan mengenai strategi pemasaran dan segmentasi wisatawan berdasarkan karakter dan minat. Ia menilai bahwa kawasan Belaga One dan Desa Sedadap masih berada pada tahap eksplorasi, dan perlu melangkah ke tahap involvement (pelibatan).
“Setelah menggali potensi, kita masuk ke tahap pelibatan — mengajak masyarakat, dinas, hingga sekolah untuk ikut bergerak bersama. Desa wisata tidak bisa tumbuh tanpa kolaborasi,” ujarnya.
Sementara Dr. I Made Bayu Ariwangsa, melalui materi “Pengelolaan Ekowisata Hutan Mangrove”, menjelaskan bahwa wisata alam harus memperhatikan daya dukung lingkungan dan keberlanjutan sosial-ekonomi masyarakat.
“Hutan mangrove bukan sekadar tempat wisata, tapi laboratorium alam yang menyimpan nilai edukasi dan konservasi. Jika dikelola dengan baik, kawasan ini bisa menjadi contoh wisata berbasis konservasi yang mendidik dan berdaya guna,” ungkapnya.
Sedangkan Dr. I Ketut Antara, lewat materinya “Ekowisata Mangrove: Menjaga Alam, Memberdayakan Masyarakat,” menegaskan bahwa keberhasilan ekowisata terletak pada keseimbangan antara konservasi, edukasi, dan pemberdayaan ekonomi lokal.
“Ekowisata bukan tentang banyaknya wisatawan, tapi seberapa besar manfaatnya bagi alam dan masyarakat sekitar. Saat masyarakat menjadi bagian dari solusi, maka keberlanjutan akan terjaga,” tuturnya.
Sebagai bagian dari kegiatan, peserta bersama TNI AL, pemerintah kelurahan, dan masyarakat sekitar melaksanakan penanaman bibit mangrove di kawasan wisata Belaga One.
Selain itu, dilakukan pula kegiatan camping dan outbound edukatif yang menumbuhkan semangat kebersamaan, tanggung jawab, dan kepedulian terhadap lingkungan.
Kabid Pariwisata Disbudporapar, H. Iskandar, S.E., menegaskan bahwa kegiatan ini bukan hanya pelatihan semata, tetapi bagian dari gerakan bersama dalam membangun kesadaran dan kolaborasi.
“Ekowisata tidak akan berjalan tanpa peran aktif masyarakat. Kami berharap kegiatan ini menjadi awal dari gerakan bersama menjaga dan mengelola mangrove sebagai daya tarik wisata yang berkelanjutan,” ujarnya.
Dengan semangat kolaborasi lintas sektor, kegiatan Workshop Ekowisata Mangrove dan Sosialisasi Rehabilitasi Ekosistem Mangrove di Belaga One Karya Nusa menjadi langkah nyata menuju pariwisata Nunukan yang lestari, edukatif, dan berdaya saing.
Teks/Foto : Iwan Alfian Asan S.Pd (Tim Publikasi DINAS KEBUDAYAAN KEPEMUDAAN DAN OLAHRAGA SERTA PARIWISATA )
Editor : Asa Zumara, SS, M.IKom