SIMP4TIK News Sengketa lahan sering terjadi sehingga aparat kecamatan khususnya seksi pemerintahan berusaha melakukan mediasi untuk penyelesaiannya. Bagaimana ceritanya? Berikut laporan Muhammad Tang, Tim Publikasi Kecamatan Nunukan yang melakukukan wawancara dengan Hasan Basri SIP, Camat Nunukan pada Selasa (24/5) lalu.

 Di dalam suatu wilayah tentunya ada warga yang berdomisili menjadi Penduduk dan para penduduk ini terdiri dari beragam suku, agama, budaya dan sosial. Penduduk pendatang yang memilih menetap dengan penduduk asli maka kehidupan keseharian itu akan selalu bersama. Dalam kebersamaan itu mereka memiliki kehidupannya masing-masing  dengan profesi yang berbeda-beda. Ada yang menjadi Buruh Kasar, Wiraswasta, Petani dan Pegawai. Penduduk ini tentunya tidak saja memiliki pekerjaan tapi mereka juga memiliki Lahan Pertanahan.

Menurut Camat Nunukan Hasan Basri SIP cara penduduk mendapatkan lahan itu bermacam-macam dan berbeda beda. “Ada dengan cara membuka lahan baru dan ada juga yang di beli dari penjual lahan. Dalam keberlangsungan hidup para penduduk biasanya timbul permasalahan seperti pengaduan tentang kepemilikan suatu Lahan yang ditujukan kepada Aparat Pemerintah dalam hal ini Pihak Sruktur Kantor Kecamatan,” katanya.

Setelah menerima aduan masyarakat, pihak kecamatan memanggil kedua pihak. Kedua pihak dipertemukan dan dimintai keterangan. “Aparat Kecamatan akan melihat dari Alas Hak seperti : SPPT, SPPH, Hibah, Ahli Waris atau surat sebelumnya. Dari dokumen itu akan terlihat siapa pemilik dokumen dengan alas hak yang kuat lalu dimusyawarhkan. Pada posisi ini Pihak Kecamatan melakukan mediasi dengan melibatkan pihak-pihak yang terkait seperti BPN bagi tanah yang bersertifikat dan petugas ukur bagi tanah masih SPPT dan SPPH. Apabila tidak ada kesepakatan kedua belah pihak, akan diserahkan ke pengadilan dan lahan sengketa diubah menjadi Status Quo, artinya tidak ada kepemilikan atas lahan sengketa tersebut,” ungkapnya.

Dari pengalaman Kecamatan menangani sengketa lahan, Hasan Basri yang didampingi Kepala Seksi Pemerintahan mengungkapkan pengaduan dilatarbelakangi bila ada satu obyek lahan merasa dimiliki lebih dari satu orang.  Adapun  alasan pengaduan bermacam-macam, ada yang merasa sebagai pihak yang pertama membuka lahan, ada yang merasa membeli namun mereka belum memiliki alas hak yang kuat atau sama-sama memiliki alas hak. “Hal seperti biasa ini terjadi dikarenakan pada saat lahan tersebut dijual oleh pihak pertama sudah terjadi DUA KALI pembuatan surat SPPH pada pihak kedua. Bila Sertifikat atau Surat tanah tersebut demikian maka harus satu dibatalkan kalau sertifikat maka kewenangan Badan BPN dan Kalau Surat SPPT, SPPH maka pihak Kecamatan yang membatalkan,” tambahnya.

Hasan menambahkan aparat yang terlibat menangani persolan sengketa lahan masyarakat ditingkat kecamatan Rt, Kepala Keluarga,  ada RW, Dusun, toko masyarakat, toko agama dan di Kecamatan sendiri ada Kepala Seksi Pemerintahan. “Apabila perseoalan tidak bisa diselesaikan maka baru dilibatkan pihak luar, misalnya Badan Pertanahan, Danramil, Kepolisian, Babinsa dan Kantibmas. Jadi dari semua aparat yang ada di tingkat sruktural Kecamatan mengusahakan agar persoalan sengketa lahan masyarakat tidak harus sampai kepengadilan untuk penyelesaiannya,” jelas mantan Keala Prokopim Setda Nunukan. (*)

Teks/Foto :  Muhammad Tang (Tim Publikasi Kecamatan Nunukan)

Teks/Foto : Muhammad Tang (Tim Publikasi KECAMATAN NUNUKAN )

Editor : fahmiimaniar