SIMP4TIKNEWS - Desa yang tenang, di antara hijau pepohonan dan alunan angin yang berbisik lembut, seorang ibu yang memadukan keterampilan tangan dan cinta pada budaya.

Ia tidak hanya menganyam rotan, tetapi juga bercerita tentang hidup yang penuh harapan. Karya-karyanya, tas anyaman yang terbuat dengan penuh cinta, kini menjadi bagian dari cerita tradisi yang tak lekang oleh waktu.

"Sejak muda, saya sudah terbiasa menganyam, sejak 2016, saya mulai mengembangkan desain tas seperti ini. Awalnya hanya untuk diri sendiri, namun lama-lama pesanan mulai datang."kata Mince saat ditemui dikediamannya, Rabu (4/12/24) Di Kecamatan Lumbis.

Kecekatan Mince menyulam rotan menunjukkan berbagai motif yang dihasilkan dari Ada motif Dayak yang halus, ada juga motif Gilagadi dan Tinangolun yang tentunya tidak lepas dari kekayaan budaya di desa Mansalong, Kecamatan Lumbis.

Setiap motif itu bercerita, tentang keindahan alam, tentang kerajinan yang diwariskan dari generasi ke generasi.

"Ini namanya motif Gilagadi," kata Mince menunjuk sebuah tas yang baru saja selesai dikerjakan.

"Dan yang ini, Tinangolun, hasil tangan saya sendiri." tambahnya.

Mince tidak hanya berbicara tentang karya, namun juga tentang perjuangannya dalam memilih bahan yang terbaik.

"Rotan saya dapatkan dari daerah sini kulit sintetisnya saya harus mencari ke luar daerah, bahkan ke Tarakan."ujarnya.

Meskipun kekurangan bahan menjadi tantangan tersendiri, Mince tidak pernah menyerah. Ia selalu menemukan cara untuk menjaga kualitas produknya tetap tinggi.

Setiap tas yang dikerjakan Minche bukanlah sekadar barang, melainkan sebuah karya seni, helaian rotan yang dianyam dengan teliti, jahitan yang diperhatikan dengan seksama, menandakan betapa seriusnya ibu ini menekuni warisan budaya masyarakat adat Dayak lundayeh.

"Yang besar, bisa selesai dalam dua hari. Tapi yang kecil, lebih rumit. Pekerjaannya lebih detail," ungkapnya.

Tidak hanya mengandalkan kemampuan tangan, tetapi ia juga mengandalkan kemampuan pemasaran yang modern. Media sosial menjadi jembatan antara kerajinan tradisional dan pasar modern yang tak terbatas. Bahkan, pesanan datang dari luar pulau, dan produk-produknya sudah sampai ke negeri jiran, Malaysia.

"Saya tak menyangka, tas buatan saya bisa begitu diminati, bahkan di luar negeri," tambahnya.

Namun, di balik kesuksesan itu, ada tantangan yang harus dihadapi. Terkadang ia kewalahan melayani pesanan, karena bekerja sendiri, dan jika pesanan semakin banyak, malah terjebak dalam kesibukan.

Meski demikian, Mince tetap bersyukur atas setiap kesempatan yang datang. Ia tidak mengharapkan bantuan besar dari pemerintah, karena ia lebih memilih untuk mengandalkan usaha sendiri.

"Saya hanya berharap bisa terus berkarya, dan semoga semakin banyak yang mengenal produk ini." ungkapnya.

Ia mengungkapkan bahwa akhir tahun atau menjelang perayaan natal adalah waktu-waktu yang paling sibuk. Biasanya, banyak orang mencari tas untuk acara atau hadiah.

Dengan ketekunan dan keuletan, ia memastikan bahwa semua pesanan dapat diselesaikan tepat waktu. Walau kadang terasa berat, tapi ia puas saat melihat tas-tas itu digunakan orang.

Setiap tas anyaman yang dihasilkan bercerita tentang perjuangan, rasa cinta pada budaya, dan semangat yang tak pernah padam.

Kerajinan tangan itu bukan hanya sekadar produk, tetapi sebuah simbol dari kekuatan wanita yang mandiri, yang menjaga tradisi sambil melangkah maju menuju dunia yang lebih luas.

"Saya hanya ingin membuat sesuatu yang bermakna, yang bisa dinikmati dan dimanfaatkan oleh banyak orang," tutupnya.***

 

Teks/Foto : Taufik, S.KSi, M.IKom (Tim Publikasi SEKRETARIAT DPRD )

Editor : Taufik, S.KSi, M.IKom