Nunukan, SIMP4TIK – Pentingnya pembangunan infrastruktur desa bertujuan untuk pengembangan wilayah pedesaan dan kesejahteraan masyarakat, karena dapat meningkatkan aksesibilitas dan mobilitas masyarakat desa untuk mempercepat perekonomian lokal, meningkatkan kualitas hidup, dan membuka peluang investasi.

Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Nunukan, Helmi Pudaaslikar, S. IP., M. AP., menjelaskan sebagaimana diketahui infrastruktur desa terdiri dari pembangunan infrastruktur fisik dan pembangunan infrastruktur non-fisik, tentunya didukung dengan alokasi anggaran pembangunan untuk desa.

“Dengan adanya anggaran yang dialokasikan bisa membuat peluang bagi desa meningkatkan sarana dan prasarana yang ada disana seperti misalnya jalan desa yang tadinya masih tanah sekarang kita lihat sudah semenisasi minimal agregat, kemudian dia juga membangun jembatan dan lain sebagainya untuk meningkatkan mobilitasnya, karena ada yang terkoneksi ke pertanian, ke desa-desa yang lain atau kecamatan ini yang mereka bangun,” ucap Helmi, Jumat (31/05/2024).

Helmi pun menerangkan, dana desa yang diperoleh dari pemerintah pusat kemudian ada pula alokasi dana desa dari pemerintah daerah  yang  menjadi satu dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) yang dikelola oleh desa, dimana pemerintah desa mengalokasikan dana desa yaitu salah satunya adalah untuk bidang pembangunan terkait infrastruktur di desa setelah kegiatan mandatori oleh pemerintah pusat, sisanya itu sebagian besar untuk infrastruktur di desa setelah itu menyusul di sektor pemberdayaan.

Namun Menurut Helmi, untuk membangun infrastruktur desa APBDes sangat terbatas, sebab ada mandatori yang sudah ditetapkan dari peraturan menteri ini harus dilakukan secara seragam oleh desa-desa.

“Memang APBDes juga terbatas, apabila kita bicara infrastruktur, rata-rata dana desa mereka menerima transfer dari kas Umum Negara itu Rp800 juta, mereka dialokasikan untuk pemberdayaan, Pembangunan, operasional pemdes itu sendiri, kemudian ditambah lagi dengan kegiatan-kegiatan mandatori lain artinya yang sudah ditetapkan dari peraturan menteri ini harus dilakukan secara seragam, misalnya isu global ancaman kelangkaan pangan sehingga perlu adanya program ketahanan pangan di desa itu, harus dikerjakan secara seragam, kedua misalnya isu masih menghadapi upaya dan menanggulangi stunting dalam rangka memasuki era indonesia emas 2025 jadi setiap desa itu harus ada, sebelum-sebelumnya ada BLT,” beber Helmi.

“Diberlakukan seragam dulu, baru infrastruktur, jadi memang sangat terbatas belum lagi yang pembinaan misalnya untuk sarana posyandu, pembinaan karang taruna kemudian pengembangan pariwisata, budaya dan lain sebagainya,” tambahnya

Selain itu, untuk mewujudkan pembangunan infrastruktur desa juga dihadapkan dengan beberapa tantangan, seperti minimnya sumber daya manusia, kondisi geografis yang sulit, dan lemahnya sistem regulasi. untuk mengatasi hal ini, diperlukan kerja sama antar berbagai pihak, termasuk pemerintah, dunia usaha, dan akademisi.

“Peran serta masyarakat khususnya stakeholder dalam membangun desa sangat diharapkan, Khusunya peran swasta dan BUMN, ini agar proses percepatan pembangunan infrastruktur desa dapat terlaksana sesuai harapan bersama,” tutur Helmi.

Teks/Foto : BD Novelinna (Tim Publikasi DINAS KOMUNIKASI INFORMATIKA STATISTIK DAN PERSANDIAN )

Editor : Asa Zumara, SS