SIMP4TIK News - Terdapat sejumlah pedagang yang memanfaatkan trotoar jalan, sehingga merubah fungsi fasilitas umum tersebut, kembali disoroti Wakil Bupati Nunukan, H. Hanafiah, S.E., M.Si.

Tidak hanya merubah fungsi infrastruktur yang dimaksudkan untuk melindungi keselamatan pejalan kaki, kesemrawutan penataan tempat usaha Masyarakat tersebut juga dinilai sangat mengganggu estetika keindahan kota. 

Pemerintah Daerah, kata Hanafiah, sangat memahami, pada beberapa titik tempat usahanya, kata Hanafiah, masyarakat memang memerlukan tempat agar dapat memajang barang dagangannya.

“Tapi ketika keinginan masyarakat tersebut sudah berbenturan dengan kepentingan umum, tentunya tidak bisa dibiarkan begitu saja. Perlu dilakukan penataan agar tidak bertentangan dengan peraturan yang dibuat pemerintah serta menimbulkan keresahan di Tengah Masyarakat,” kata Hanafiah.

Karenanya, orang nomor dua di Kabupaten Nunukan mengharapkan institusi Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Nunukan melsaksanakan  kewenangannya seperti menegakkan Perda, Perkada, menyelenggrakan ketertiban umum dan ketentraman serta  menyelenggarakan perlindungan terhadap Masyarakat.

Melihat kondisi di lapangan yang dapat terlihat secara kasat mata, lanjut Hanafiah, mestinya Satpol PP sudah dapat melakukan penegakan Perda secara berrjenjang pertama secara persuasif, dilanjutkan dengan peniondakan secara tegas bilamana langkah persuasif yang sudah dilakukan belum ampuh untuk menertibkan masyarakat yang melakukan pelanggaran. 

“Mungkin saja masyarakat (pedagang) yang belum memahaminya, maka dapat dipanggil untuk disampaikan secara baik-baik bahwa apa yang dilakukan itu sudah menyalahi aturan,” kata Hanafiah.

Menyebutkan contoh lokasi trotoar yang dijadikan sebagai tempat memajang barang dagangan, menurut Wakil Bupati Nunukan ini, setidaknya yang terdapat pada ruas jalan utama di Jl Ujang Dewa, Sedadap hingga menuju Kantor Bupati Nunukan.

Bahkan cukup memprihatinkan keberadaan pedagang ikan maupun pedagang sembako dan kelontongan yang menutup trotoar dengan barang dagangannya, sehingga masyarakat pejalan kaki penggunanya terpaksa harus mengalah berjalan di jalan raya.

“Belum lagi jika kebetulan ada tamu Pemda yang datang dari luar daerah berkunjung ke Kantor Bupati, sudah terlebih dahulu disuguhi dengan pemandanagan yang kurang enak dilihat tapi juga mencium aroma yang tidak sedap,” lanjutnya.

Kepada para pedagang yang tidak mengindahkan melanggar aturan maupun estetika keindahan kota tersebut, lanjut Hanafiah, dapat ditertibkan oleh Satol PP dengan mendasarkannya pada Perda Ketertiban Umum. 

Kecuali jika pedagangnya sudah diingatkan dengan cara persuasif diberikan teguran hingga surat peringatan namun tetap tidak mengindahkannya, langkah berikut tentunya diberikan tindakan tegas.

Mengacu pada Pasal 28 ayat (1) UU LLAJ menyebutkn bahwa Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi fasilitas pejalan kaki dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling banyak Rp 250 ribu. (*)

Teks/Foto : BD Novelinna (Tim Publikasi DINAS KOMUNIKASI INFORMATIKA STATISTIK DAN PERSANDIAN )

Editor : Hermi Mastura, S,I.Kom