SIMP4TIK Opini - Beberapa tahun terakhir, permasalahan hukum terutama berkaitan dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dengan segala praktiknya seperti penyalahgunaan wewenang, penyuapan, pemberian uang pelicin, pungutan liar, pemberian imbalan atas dasar kolusi dan nepotisme serta penggunaan uang negara untuk kepentingan pribadi telah menjadi perhatian masyarakat dan dianggap sebagai suatu hal yang lazim terjadi di negara ini.
Tuntutan masyarakat akan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN menghendaki adanya pelaksanaan fungsi pengawasan dan sistem pengendalian intern yang baik atas pelaksanaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan negara untuk menjamin bahwa pelaksanaan kegiatan telah sesuai dengan kebijakan dan rencana yang telah ditetapkan serta untuk menjamin bahwa tujuan tercapai secara hemat, efisien, dan efektif.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), pelaksanaan pengendalian intern tersebut dilaksanakan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). APIP adalah instansi pemerintah sekaligus sebagai auditor internal pemerintah yang dibentuk dengan tugas melaksanakan pengawasan intern di lingkungan pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah, yang terdiri atas Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal Kementerian, Inspektorat/unit pengawasan intern pada Kementerian Negara, Inspektorat Utama/Inspektorat Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Inspektorat/unit pengawasan intern pada Kesekretariatan Lembaga Tinggi Negara dan Lembaga Negara, Inspektorat Provinsi/Kabupaten/Kota, dan unit pengawasan intern pada Badan Hukum Pemerintah lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Tugas APIP yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 ini adalah melakukan pengawasan intern yang didefinisikan sebagai seluruh proses kegiatan audit, 2 reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolak ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik.
Fraud dapat didefinisikan sebagai suatu penyimpangan atau perbuatan melanggar hukum (Ilegal Acts) yang dilakukan dengan sengaja, untuk tujuan tertentu, misalnya menipu atau memberikan gambaran yang keliru (mislead) untuk keuntungan pribadi/kelompok secara tidak fair, baik secara langsung maupun tidak langsung merugikan pihak lain.
Kecurangan yang terjadi di lingkungan korporasi dipengaruhi 3 unsur faktor pendorong, yaitu : motivasi, kesempatan dan rasionalisasi atau pembenaran.
Definisi Kecurangan (Fraud)
Kecurangan atau fraud didefinisikan dengan berbagai makna sebagai berikut : (1) Kecurangan, (2) Kebohongan, (3) Penipuan (4) Kejahatan (5) Manipulasi data (6) Melanggar Kepercayaan (7) Rekayasa Informasi (8) Mengubah Opini Publikdengan memutarbalikan data yang ada (9) Menghilangkan Barang bukti dengan sengaja
Unsur Kecurangan (Fraud)
Kecurangan memiliki unsur – unsur sebagai berikut : (1) Terdapat salah saji (misrepresentasi), (2) Masa lampau (post) atau sekarang (present), (3) Fakta bersifat material, (4) Kesengajaan atau tanpa perhitungan (make-knowingly or recklessly), (5) Dengan maksud (intens) (6) Ada yang dirugikan dari salah saji tersebut, (7) Menimbulkan kerugian, (8) menguntungkan pelaku ataupihak lain yang terkait dengan pelaku.
Tujuan dan Manfaat Mendeteksi Kecurangan (Fraud)
Untuk mencapai tujuan tersebut, internal auditor melakukan kegiatan– kegiatan berikut : (1) Menelaah dan menilai kebaikan, memadai tidaknya dan penerapan sistem pengendalian manajemen, struktur pengendalian intern, dan pengendalian operasional lainnya serta mengembangkan pengendalian yang efektif dengan biaya yang tidak terlalu mahal, (2) Memastikan ketaatan terhadap kebijakan, rencana dan prosedur-prosedur yang telah ditetapkan oleh manajemen, (3) Memastikan seberapa jauh harta perusahaan dipertanggungjawabkan dan dilindungi dari kemungkinan terjadinya segala bentuk pencurian, kecurangan dan penyalahgunaan, (4) Memastikan bahwa pengelolaan data yang dikembangkan dalam organisasi dapat dipercaya, (5) Menilai mutu pekerjaan setiap bagian dalam melaksanakan tugas yang diberikan oleh manajemen, (6) Menyarankan perbaikan-perbaikan operasional dalam rangka meningkatkan efisensi dan efektifitas.
Dengan memahami gejala kecurangan (Red Flags) manajemen dapat mengidentifikasikan kondisi kecurangan yang kemungkinan besar akan terjadi atau telah terjadi.
Dengan belajar dari kecurangan yang pernah terjadi,maka kecurangan dapat sedini mungkin ditangani oleh manajemen atau internal auditor.(*)
Eries Ramadhani (Inspektorat)
Teks/Foto : Eries Ramadhani (Tim Publikasi INSPEKTORAT DAERAH )
Editor : Ilham Waskitho, S.Tr. Anim