NUNUKAN, SIMPATIK – Dermaga tradisional H. Putri di Kabupaten Nunukan terus menjadi perbincangan publik. Dermaga yang selama puluhan tahun dimanfaatkan warga untuk menyeberang dan mengangkut barang ini masih berstatus ilegal, meskipun perannya sangat vital bagi aktivitas ekonomi masyarakat.

Sejak Nunukan masih berstatus kecamatan, dermaga ini sudah beroperasi. Warga mengenalnya sebagai pangkalan Haji Abidin (Bidin Karate), yang kemudian berubah nama menjadi Dermaga H. Putri, dan menjadi akses transporasi laut warga Bambangan dan sekitarnya menyeberang ke Nunukan.

Hampir tiga dekade, masyarakat menggantungkan hidup di dermaga tersebut, pemilik perahu, penyambang (motoris) menjadikannya sumber mata pencaharian, sementara pedagang kecil bergantung pada arus barang yang keluar masuk dari pelabuhan rakyat itu, namun, semua aktivitas itu berjalan tanpa dasar hukum yang jelas.

Melalui Rapat Dengar Pendapat yang digelar, Senin (25/8/25) di kantro DPRD Nunukan, Dinas Perhubungan Nunukan menegaskan, status ilegal dermaga membuat instansi tersebut tidak bisa melakukan pengawasan resmi, tak ada retribusi maupun tiket yang dipungut, sebab pemerintah daerah belum memiliki landasan hukum untuk menetapkan aturan di dermaga tersebut.

“Kalau dermaga ini belum memiliki legalitas, maka kami tidak bisa mengawasi. Semua aktivitas hanya berjalan atas kesepakatan masyarakat setempat, bukan aturan resmi pemerintah,” ujar Markus mewakili kepala Dinas Perhubungan.

Padahal, Pemerintah Daerah sudah mengeluarkan edaran yang meminta pengelola pertama dermaga tradisional itu segera mengurus izin,  agar dermaga yang digunakan masyarakat memiliki kepastian hukum serta bisa diawasi sesuai aturan.

Pengelola Dermaga H. Putri sebenarnya pernah mendatangi kantor Dishub untuk menanyakan syarat perizinan.

Namun, prosesnya terhambat karena status lahan atau kawasan dermaga tradisional itu belum jelas dan belum adanya kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

Dishub menegaskan, dua hal utama yang harus dipenuhi sebelum dermaga itu dilegalkan adalah kepastian status lahan dan kesesuaian dengan tata ruang. Jika syarat itu terpenuhi, maka proses perizinan dapat dilanjutkan ke tahap teknis bersama KSOP dan instansi terkait.

Dalam RDP itu, anggota DPRD Nunukan menilai, dilema Dermaga H. Putri harus segera dicarikan solusi, sejumlah anggota legislatif berpendapat, legalisasi dermaga bukan hanya penting bagi pemerintah, tetapi juga memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat yang sehari-hari memanfaatkannya.

“Kami sangat mengapresiasi usulan agar Dermaga H. Putri dikaji untuk dilegalkan. Hal ini menunjukkan kepedulian DPRD terhadap kebutuhan warga yang menggantungkan hidup di sana,” ungkap Dr. Andi Muliyono saat memimpin jalannya RDP.

Meski begitu, hingga kini belum ada permohonan izin resmi dari pihak pemilik, Pemerintah daerah pun mengaku masih menunggu itikad baik dari pemilik dermaga untuk mengajukan proses legalisasi secara tertulis.

Bidang Prasarana KSOP Nunukan, Wiwin mengakatakan, KSOP ingin bersikap adil, Pemerintah tidak hanya fokus pada Dermaga H. Putri, karena dermaga tradisional lain di Nunukan juga memiliki kondisi serupa, karena Legalisasi baru bisa diproses jika ada permohonan resmi yang masuk.

Masyarakat sendiri berharap, dermaga tidak ditutup meskipun statusnya belum jelas, warga menilai dermaga sudah menjadi bagian dari sejarah sekaligus kebutuhan transportasi sehari-hari yang sulit digantikan.

Jika legalisasi bisa terwujud, maka manfaatnya akan dirasakan bersama. Pemerintah dapat melakukan pengawasan dan penataan sesuai aturan, sementara masyarakat tetap bisa menggunakan dermaga dengan rasa aman dan nyaman.

Pada akhirnya, dilema Dermaga H. Putri bukan hanya persoalan hukum, Dermaga ini adalah potret keterikatan ekonomi masyarakat sekaligus tantangan pemerintah dalam menyeimbangkan antara kebutuhan rakyat dan kepastian regulasi, legalisasi menjadi pintu keluar yang ditunggu, asalkan semua syarat terpenuhi.

Perairan Laut Dermaga H. Putri menyimpan Duka

Belum lama ini perairan laut di sekitar Dermaga Haji Putri, Nunukan, kembali menjadi sorotan setelah peristiwa kecelakaan laut yang menelan korban jiwa pada 28 Juli lalu. Kecelakaan yang terjadi sekitar pukul 14.30 WITA itu meninggalkan duka mendalam bagi keluarga korban, sekaligus membuka tabir panjang soal legalitas transportasi laut di wilayah perbatasan itu.

Kepolisian yang turun langsung bersama masyarakat, TNI, Polri, serta instansi terkait, melakukan evakuasi korban tak lama setelah kejadian. Korban kemudian dibawa ke rumah sakit untuk dilakukan visum, sementara penyidik melaksanakan gelar perkara guna mengungkap penyebab kecelakaan.

Hasil penyelidikan menunjukkan fakta mengejutkan, Speedboat yang terlibat dalam kecelakaan tidak memiliki izin layar maupun Surat Keterangan Kecakapan (SKK), kondisi ini memperlihatkan bahwa sebagian besar moda transportasi laut rakyat di Nunukan masih beroperasi tanpa standar keselamatan yang memadai.

Menurut aturan terbaru, kewenangan penyidikan tindak pidana pelayaran bukan lagi berada di kepolisian, wewenang penuh kini dipegang Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP). Karena itu, kasus kecelakaan ini pun akhirnya dilimpahkan ke KSOP Sabandar untuk ditindaklanjuti.

Kepolisian menegaskan bahwa pihaknya tetap mendukung penuh proses hukum yang berjalan, harapannya adalah jika Dermaga Haji Putri dilegalkan, maka kewajiban keselamatan harus benar-benar dipenuhi, demikian juga  ketersediaan alat keselamatan, kelengkapan surat, hingga sertifikat nakhoda mutlak diwajibkan agar peristiwa serupa tidak berulang.

Di balik kasus ini, keluarga korban merasakan duka mendalam, salah satu orang tua korban menyampaikan bahwa anaknya adalah tulang punggung keluarga, selama ini, sang anak membantu membiayai adik-adiknya yang masih bersekolah, namun karena legalitas dermaga dan perizinan speedboat tidak lengkap, keluarga tidak bisa mendapatkan santunan dari Jasa Raharja.

“Anak saya sudah pergi, dan kami tidak mendapat santunan apapun,” ucapnya dengan suara bergetar, dalam RDP itu.

Keluarga Korban berharap ada kebijakan khusus dari pemerintah agar keluarga korban tetap mendapat perhatian, meski transportasi laut rakyat belum sepenuhnya legal.

Dalam RDP yang semakin alot itu, pihak Jasa Raharja menjelaskan bahwa perlindungan asuransi hanya dapat diberikan jika pelabuhan dan sarana angkutan memenuhi syarat legal, tanpa manifest penumpang, izin trayek, dan kerja sama dengan dinas perhubungan, penumpang tidak bisa tercatat dalam sistem perlindungan.

Saat ini, di Nunukan ada dua dermaga rakyat yang paling padat aktivitasnya, yaitu Dermaga Haji Putri dan Tanjung Batu, sayangnya, keduanya masih belum memiliki legalitas resmi, meski sudah bertahun-tahun melayani kebutuhan transportasi antarwilayah.

Jika dermaga-dermaga tersebut dilegalkan, Jasa Raharja bisa memberikan asuransi bagi masyarakat, santunan bagi korban meninggal dunia maupun biaya perawatan untuk korban luka akan tersedia, asalkan syarat formal terpenuhi,  hal ini akan menjadi bentuk kepastian hukum dan perlindungan bagi penumpang.

Sofian Umar Sidin, Ketua Persatuan Penambang Bambangan, turut menyuarakan keprihatinan. Ia menegaskan bahwa persoalan transportasi laut rakyat ini bukan hal baru. Pada 2017–2018, pembahasan legalisasi Dermaga Haji Putri sebenarnya sudah dilakukan, namun kala itu ditolak oleh KSOP.

Hingga kini, dermaga tersebut tetap beroperasi tanpa status hukum yang jelas. Kondisi ini membuat para penambang bekerja dalam ketidakpastian, sementara risiko kecelakaan laut selalu menghantui.

“Kalau ada kecelakaan, baru ditangani. Kalau tidak viral, biasanya hilang begitu saja,” ujar Sofian.

Ia mengaku sudah sering melihat kecelakaan laut yang tidak pernah terungkap ke publik, situasi ini mencerminkan lemahnya pengawasan dan pengelolaan transportasi laut di perbatasan, padahal, transportasi laut rakyat menjadi nadi utama mobilitas masyarakat di wilayah pesisir Nunukan.

Sofian berharap pemerintah daerah dan pusat benar-benar hadir melindungi masyarakat sesuai amanat UUD 1945. Ia menekankan, negara tidak boleh hanya muncul dengan solusi sementara setelah ada korban jiwa, tetapi harus menyediakan regulasi dan perlindungan sejak awal.

Duka di Perairan Laur Dermaga Haji Putri menjadi peringatan keras bagi semua pihak, Legalitas transportasi laut bukan hanya soal administrasi, melainkan soal nyawa manusia, tanpa regulasi yang jelas, masyarakat akan terus hidup dalam bayang-bayang risiko, sementara duka keluarga korban semakin panjang tak berkesudahan.***

Teks/Foto : Taufik, S.KSi, M.IKom (Tim Publikasi SEKRETARIAT DPRD )

Editor : Taufik, S.KSi, M.IKom