Nunukan, SIMP4TIK - Prihatin akan kondisi suasana kerja di lingkungan PT SIL/SIP Sebakis, Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja (Distransnaker) Kabupaten Nunukan, memfasilitasi mediasi antara Serikat Pekerja Buruh dengan manajemen PT SIL/SIP Sebakis, terkait hak-hak Karyawan di tempat kerja.

Kepala Distransnaker Kabupaten Nunukan, Masniadi, mengungkapkan kondisi tersebut sering terjadi di PT SIL/SIP sebakis antara Serikat Pekerja Buruh dengan manajemen. “Bahkan sejak beberapa tahun saya menjabat sebagai kepala dinas, persoalan awalnya adalah adanya tuntutan dari Karyawan terkait hak-hak mereka sesuai dengan ketentuan," ujarnya.

Masniadi mengakui di lapangan kondisi mereka (karyawan) ini sangat memprihatinkan, beberapa fasilitas untuk karyawan nampak tidak terpenuhi sehingga ini selalu menjadi persoalan yang menjadi tuntutan serikat pekerja buruh.

“Kita melihat hak-hak mereka yang menjadi tuntutan memang harus dipenuhi, mulai dari tempat tinggal, air bersih itu adalah hak mereka, pada hari may day, saya melihat kondisi disana, dengan beberapa tahun perusahaan ini berjalan, ini tidak menjadi perhatian manajemen, dan kami juga sering diskusikan hal ini dengan serikat pekerja, dan kita juga dorong, dan saya juga sudah ketemu dengan pihak manajemen di Jakarta, walaupun bukan pimpinan direksinya tetapi melalui perwakilan perusahaan, kami juga sampaikan kami di Pemerintahan itu berdiri sesuai ketentuan yang berlaku menurut perundang-undangan yang ada,” terangnya, Senin (9/12/2024).

Kepala Bidang Hubungan Industrial Marselinus Bin Henrikus ST, MAP., menambahkan, Distransnaker telah 2 kali memfasilitasi mediasi antara masing-masing pihak, sesuai dengan permintaan dan kesepakatan kedua nya untuk melakukan mediasi dan Distransnaker sebagai mediatornya yaitu pada 20 November dan 6 Desember 2024.

Bahwa Sesuai ketentuan UU nomor 2 tahun 2024 tentang penyelesaian perselisihan hubungan perindustrial jika terjadi perselisihan sebelum masuk tahapan mediasi wajib dilakukan perundingan oleh kedua belah pihak. 

“Oleh mediator menganggap bahwa pada mediasi pertama ini informasi dan data yang didapat itu belum cukup untuk kemudian mediator membuat kesimpulan ataupun titik temu antara kedua belah pihak, kemudian mediator meminta untuk melakukan mediasi kedua pada 6 Desember, namun oleh manajemen bersedia tetapi tidak bisa hadir langsung dan minta secara daring dan zoom, sehingga kami juga meminta pihak manajemen untuk memfasilitasi serikat pekerja buruh secara daring dan zoom, namun dalam pelaksanaan mediasi tanggal 6 terjadi miskomunikasi, jadi seolah-olah tim serikat tidak di fasilitasi, persisnya saya tidak kami tidak tahu, dan mediasi itu gagal,” ujarnya.

Menurut Marselinus, mediasi itu tidak untuk mencari siapa yang menang dan siapa yang kalah, kami hanya mencoba menemukan kedua belah pihak dapat menemukan titik temu jadi tidak ada kalah menang atau benar salah hanya untuk titik temu dan kesepakatan.

“Peselisihan itu terjadi karena beda pendapat kedua belah pihak, sehingga mediasi dilakukan, dalam prosesnya apabila tidak ditemukan titik temu maka mediator berhak mengeluarkan anjuran, inilah yang kemudian apabila tidak diterima oleh kedua belah pihak ini menjadi tiket menuju pengadilan hubungan industrial, sebagaimana ada putusan MK bahwa selama proses penyelesaian belum inkrah, maka perusahaan itu tetap melakukan kewajibannya masing-masing, Itu adalah upaya penyelesaian dari kami,” imbuhnya.

Teks/Foto : BD Novelinna (Tim Publikasi DINAS KOMUNIKASI INFORMATIKA STATISTIK DAN PERSANDIAN )

Editor : Hermi Mastura, S,I.Kom