Nunukan, SIMP4TIK - Program Kampung Hortikultura yang dijalankan Pemerintah Kabupaten Nunukan tahun ini terus menunjukkan perkembangan positif.
Melalui program ini, yang ditetapkan dalam implementasi 17 arah baru menuju perubahan Bupati H. Irwan Sabri, S.E., dan Wakil Bupati Nunukan Hermanus, S. Sos., pada poin 13, pemerintah daerah berupaya menjaga ketersediaan sayur, buah, dan komoditas hortikultura lain agar pasokan di pasar tetap stabil dan tidak mudah memicu inflasi.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Nunukan, Masniadi, S.Hut., M.A.P., melalui Kepala Bidang Pangan, Sambio, mengatakan bahwa penguatan Kampung Hortikultura dilakukan di beberapa wilayah, terutama untuk komoditas cabai yang sering menjadi penyebab gejolak harga.
“Cabai ini komoditas paling sensitif, karena itu tahun ini kita buka delapan titik dengan total delapan hektare untuk menjaga ketersediaannya,” ujarnya, Kamis (20/11/2025).
Menurut Sambio, bantuan sarana produksi seperti benih dan pupuk sudah disalurkan ke kelompok tani. Penanaman kini menunggu pendampingan oleh penyuluh pertanian, ia berharap hasil cabai dari program ini dapat dipanen awal tahun depan untuk membantu stabilitas harga saat permintaan tinggi.“Fisik dan keuangannya sudah selesai. Sekarang tinggal petani mengelola dan teman-teman PPL mendampingi,” katanya.
Selain cabai, beberapa komoditas yang menjadi fokus pembinaan adalah durian, pisang, semangka, dan melon. Wilayah Sebatik disebut sebagai daerah yang paling berkembang untuk pisang dan durian, sedangkan semangka dan melon banyak dibina di Nunukan dan Tulin Onsoi.
“Kalau pisang di Sebatik Tengah itu sekarang bagus sekali. Durian memang tidak terlihat karena masa berbuahnya dua sampai tiga tahun,” jelasnya.
Namun pengembangan hortikultura di Nunukan bukan tanpa tantangan, Sambio mengungkapkan bahwa banyak petani pemula belum memiliki manajemen budidaya dan modal yang kuat, sehingga produksi sering naik turun.
“Tanaman semusim ini sangat tergantung manajemen, kadang petani tanam bersamaan, hasil numpuk dan jatuh harga, kadang tidak ada yang tanam, pasar kosong,” katanya.
Ia menambahkan bahwa biaya produksi hortikultura seperti semangka cukup tinggi sehingga diperlukan pendampingan intensif. “Satu hektare semangka bisa menghabiskan empat puluh juta. Kalau tidak didampingi, gagal panen itu mudah terjadi,” ucapnya.
Meski demikian, beberapa komoditas sudah mampu mengisi pasar lokal, terutama semangka dan sayuran daun, kendala terbesar masih berada pada cabai karena curah hujan Nunukan yang tinggi dan masuknya cabai dari luar daerah yang membuat harga sering anjlok.
“Ketika cabai dari luar masuk dengan harga murah, kita jadi deflasi, begitu balik ke harga normal, masyarakat merasa mahal, padahal itu memang harga normal cabai lokal,” terang Sambio.
Ia memastikan DKPP akan terus memperkuat pendampingan dan penataan kawasan hortikultura agar produksi lebih berkelanjutan. Menurutnya, tujuan utama program ini adalah memastikan pasokan tetap ada, harga stabil, dan petani mendapatkan keuntungan yang layak.
“Kita ingin pasar tidak pernah kosong dan petani tidak merugi. Itu inti dari pengembangan Kampung Hortikultura,” tutupnya.(*)
Teks/Foto : BD Novelinna (Tim Publikasi DINAS KOMUNIKASI INFORMATIKA STATISTIK DAN PERSANDIAN )
Editor : Hermi Mastura, S,I.Kom