Nunukan, SIMP4TIK - Kejaksaan Negeri Nunukan menggandeng lima Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Nunukan untuk memperkuat pendampingan bagi pelaku tindak pidana yang perkaranya dihentikan melalui Restoratif Justice (RJ).

Kerja sama ini ditandai dengan penandatanganan perjanjian kerja sama di Aula Kejaksaan Negeri Nunukan, Jumat (14/11/2025).

Kepala Kejaksaan Negeri Nunukan, Burhanuddin, S.H, menjelaskan bahwa RJ hanya bisa diterapkan berdasarkan persyaratan yang telah diatur.

“Ada beberapa persyaratan dari RJ yang sudah ditetapkan dalam Perja Nomor 15 Tahun 2020, pelaku bukan residivis, ada perdamaian antara pelaku dan korban, ancaman pidana tidak lebih dari lima tahun, dan kerugian tidak lebih dari Rp2,5 juta,” ujarnya.

Burhanuddin mengatakan, Kejari Nunukan mencoba membuat terobosan agar pelaku yang masuk program RJ tidak kembali terjerumus.

“Ketika proses RJ selesai, kami akan memberikan wadah untuk mereka agar bisa mendapatkan lapangan kerja, kami akan melakukan profiling untuk melihat latar belakang mereka, termasuk apa yang mendorong mereka melakukan tindakan pidana,” katanya.

Ia menyebut banyak pelaku yang kesulitan ekonomi dan tidak memiliki pekerjaan tetap.

“Kalau memang faktor ekonomi menjadi penyebab, maka setelah penghentian penuntutan melalui RJ, kami berikan ruang bagi mereka untuk mengikuti pelatihan di BLK,” jelasnya.

Setelah pelatihan, pelaku akan mendapatkan pendampingan lanjutan dari beberapa OPD.

“Ada dinas sosial, dinas tenaga kerja, dan dinas UMKM, setelah mereka ikut pelatihan, akan diberikan permodalan, ini sebagai bantuan agar mereka bisa kembali hidup normal, hak sosialnya kita pulihkan,” tutur Burhanuddin.

Ia menegaskan bahwa pelibatan lima OPD penting untuk menciptakan dukungan menyeluruh.

“Lima sektor ini kita libatkan agar bisa berkolaborasi memberikan support kepada pelaku RJ. Tahun ini ada empat perkara yang kita hentikan melalui RJ, mulai dari kasus pencurian sampai pengancaman,” katanya.

Burhanuddin juga mengungkapkan adanya temuan bahwa beberapa pelaku justru lebih nyaman berada di dalam tahanan.

“Ada yang bilang ke kami, ‘Pak, saya tidak bisa makan di luar, lebih baik saya di dalam.’ Ini harus jadi perhatian kita, artinya ada masalah ekonomi yang belum terselesaikan,” ujarnya.

Terkait kasus narkotika, Burhanuddin menjelaskan bahwa Nunukan belum memiliki fasilitas rehabilitasi, namun hal itu segera ditangani.

“Saya baru bertemu Direktur Rumah Sakit, beliau merespons baik dan menyiapkan tempat untuk rehab narkotika,” katanya.

Ia menambahkan bahwa rehab akan diarahkan bagi pelaku penyalahgunaan narkotika ringan.

“Kalau mereka ini korban penyalahgunaan dan memenuhi syarat RJ, maka kita berikan tempat rehab, biasanya rehab berlangsung enam bulan, untuk barang bukti, rata-rata di bawah 0,2 sampai 0,6 gram, dan itu pun berdasarkan hasil asesmen,” jelasnya.

Burhanuddin berharap kerja sama lintas sektor ini dapat menjadi solusi agar pelaku benar-benar kembali ke masyarakat dan tidak lagi mengulangi tindak pidana.

“Restoratif justice bukan hanya menghentikan perkara, tapi mengembalikan mereka pada kehidupan yang lebih baik,” tutupnya.(*)

Foto : Budi

Teks/Foto : BD Novelinna (Tim Publikasi DINAS KOMUNIKASI INFORMATIKA STATISTIK DAN PERSANDIAN )

Editor : Hermi Mastura, S,I.Kom