SIMP4TIK News - Beberapa waktu lalu, diantara kata sambutan yang disampaikan saat menghadiri sekaligus membuka secara resmi kegiatan Musyawarah Daerah (Musda) ke-5 Persyarikatan Muhammadiyah Tahun 2023 di Nunukan, Bupati Nunukan, Asmin Laura Hafid sempat menyebut salah seorang pejabatnya, Asnawi, sebagai figur Pejuang Tenaga Guru Honorer.

Apa yang melatarbelakangi sehingga pejabat nomor satu di daerah ini  ‘menganugerahkan’ sebutan itu kepada Asnawi? Masih dalam momen yang sama, menurut Laura, pasca terbitnya Surat Edaran Kementerian Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara (Kemenpan-RB) Nomor B/185/M.SM.02.03/2022 tentang Penghapusan Tenaga Honorer, Asnawi dikatakannya begitu gigih dalam memperjuangkan bagaimana agar seluruh tenaga guru honorer di daerah ini dapat terekrut menjadi tenaga guru berstatus Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

“Bolak balik, dalam beberapa kesempatan setiap bertemu saya, itu terus yang dibahas. Walau sudah saya jelaskan, kita akan melihat dan mempertimbangkan dengan kondisi keuangan daerah. Tapi jika ketemu lagi, itu kembali yang diomongin,” kata Laura.

Siapa dan kenapa Asnawi begitu gigih menyampaikan harapannya agar para tenaga guru honorer guru di Kabupaten Nunukan dapat terakomodir sebagai tenaga PPPK?

Saat ini Asnawi mendapat kepercayaan dari Pemerintah Daerah menduduki jabatan Kepala Bidang Ketenagaan, Kurikulum Sastra dan Perijinan (K2SP) pada Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Nunukan.

Lahir di Nunukan pada tanggal 24 Februari 1980, dari pasangan orang tua H. Ambo dengan Hj. Sainabe, Asnawi memulai pendidikan formalnya di TK 
Barunawati Nunukan pada tahun 1984. Masuk ke SD Negeri 002 dan lulus pada tahun 1991. Berhasil menjadi siswa di sekolah tingkat SMP favorit saat itu, SMP negeri 1 Nunukan hingga lulus pada tahun 1995.

Pendidikan di bangku SMA, sulung dari 6 bersaudara ini masih memilih sekolah di tanah kelahirannya, juga pada sekolah yang paling diinginkan para pelajar lulusan SMP, yakni SMA Negeri 1 Nunukan hingga tamat pada tahun 1998.

Dapat menjadi catatan, saat masih berstatus pelajar pada sekolah tingkat SMP hingga SMA, Asnawi diketahui sebagai siswa yang sudah menunjukkan bakat kemandirian. Salah satu diantara contohnya, setiap pelaksanaan kegiatan non formal di sekolahnya, misalnya pada perayaan Peringatan Maulid Nabi atau kegiatan menyemarakkan hari kemerdekaan di sekolah hingga acara perpisahan dan lain sebagainya, Asnawi selalu berinisiatif agar acara terselenggara tanpa menggunakan uang dari sekolah. 

Bersama rekan-rekannya, dia berinisiatif memaksimalkan peran orang tua siswa serta orang-orang tergolong berada dari sisi ekonomi yang tidak terbatas pada warga terdekat dengan lingkungan sekolah saja.

“Saya mengajak rekan-rekan untuk terbiasa berinisitif seperti itu. Manfaat lain yang dapat diperoleh, keaktifan para pelajar disitu akan terukur,” kata Asnawi

Lalu bagaimana dengan catatan prestasi pendidikannya formalnya di bangku SMP dan SMA. Apakah Asnawi merupakan siswa yang menorehkan ranking teratas untuk prestasi pendidikannya. Ternyata dia tergolong pelajar yang memiliki prinsip tidak memprioritaskan mengejar nilai tertinggi. Alasannya, nilai sejati dari sebuah proses pendidikan adalah apa yang dikerjakan dan bagaimana hasil itu memberi manfaat yang lebih baik dari sekedar memperoleh predikat ranking teratas. 

“Angka atau nilai tinggi, menurut saya menuntut sebuah pertanggungjawaban. Ketika kita tidak bisa mempertanggungjawabkannya, maka akan menjadi ‘senjata yang dapat melukai diri sendiri’. Jika saya tidak bisa meraih nilai tertinggi maka saya cukup mengambil angka di bawahnya saja. Dengan prisnsip, apa yang saya peroleh harus dapat dipertanggungjawabkan,” ujarnya.

Lulus SMA, Asnawi melanjutkan pendidikannya di Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen (STIM) Nitro, di Makassar. Namun karena satu hal, menurut Asnawi, dia mengundurkan diri dari sekolah tersebut setelah berjalan baru satu semester. Pendidikan di Perguruan Tinggi dia lanjutkan kembali pada tahun 1999 dari semester awal pada Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIEM) Boengaya, juga di Makassar, Jurusan Manajemen keuangan dan Perbankan. 

Di Perguruan Tinggi, Asnawi juga tercatat sebagai mahasiswa yang aktif dalam berbagai kegiatan organisasi. Baik organisasi daerah maupun organisasi gerakan-gerakan kampus. Salah satu diantaranya, yang desebut Asnawi memberi banyak peran dalam pembentukan karakter dirinya adalah Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Hal penting lain yang diperoleh dari aktif berorganisasi, menurut Asnawi, kita akan menjadi paham benar apa fungsi Balancing of Power sebagai mahasiswa. Menjadi penyangga informasi pemerintah kepada mahasiswa dan masyarakat. Begitu juga sebaliknya.

“Manfaatnya sangat saya rasakan dalam dunia kerja saat ini. Bagaimana kita mampu menerjemahkan ‘bahasa masyarakat’, dari apa yang diinginkan terhadap Pemerintah. Demikian pula, bagaimana kita membuat agar masyarakat mampu memahami bahasa Pemerintah terhadap keinginan membuat masyarakat menjadi lebih baik,” tutur Asnawi.

Menyelesaikan pendidikan di bangku kuliah pada tahun 2003, ketertarikannya pada dunia pendidikan diawali dengan menjadi tenaga pengajar di STIE Bulungan-Tarakan, di Nunukan sejak tahun 2003 hingga tahun 2006.

Statusnya sebagai seorang dosen pada saat itu ternyata tidak membuatnya sungkan untuk menyambi menjadi pedagang kaki lima sebagai penjual daging ayam potong dari usaha perternakan ayam yang dikelola oleh orang tuanya.

Pada tahun 2004, Asnawi mengakhiri masa lajangnya dengan menikahi Erdawati. Dari pernikahannya dengan gadis pujaan hati yang juga kelahiran Nunukan tersebut, hingga saat ini mereka dikaruniai tiga orang putra, masing-masing Alif Rohan Waizal Asnawi (18), Azizian Fitrah Syawal (15) dan si bungsu Afnan Faiz Bahran yang lahir pada tahun 2022 lalu.

Pada tahun 2006 hingga tahun 2009, Asnawi juga tercatat sebagai tenaga pendidik di SMP Muhammadiyah, Nunukan. Ditengah perjalanannya, pada tahun 2008 Asnawi mencoba peruntungannya mengikuti seleksi Calon PNS tenaga guru dan langsung diterima dengan memperoleh SK yang diterbitkan pada tahun 2009. 

Tugas mengajar pertama setelah berstatus aparatur pemerintah, Asnawi ditempatkan mengajar di SMA Negeri 1 Nunukan Selatan, hingga tahun 2017. Disela itu, selama 4 tahun, sejak tahun 2015 hingga tahun 2019 dia juga mengabdi sebagai tenaga dosen di Politeknik Negeri Nunukan (PNN). 

Karir pekerjaannya sebagai pegawai pemerintah mulai menanjak ketika pada tahun 2017 mendapat amanah untuk menjabat Kepala Seksi Informasi dan Pelayanan Media pada Diskominfo Kabupaten Nunukan hingga tahun 2018. Kemudian tahun 2019 ditugaskan memegang jabatan Kepala Seksi Kesenian dan Tenaga Kebudayaan pada Dinas Pendidikan (Disdik) yang saat itu masih bernama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) kabupaten Nunukan.

Karir jabatannya terus bersinar. Maret tahun 2022 Asnawi dimutasi untuk menempati jabatan Kepala Bidang Guru dan Tenaga Kependidikan yang saat ini namanya berganti menjadi Bidang Ketenagaan, Kurikulum Sastra dan Perijinan (K2SP) pada Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Nunukan.

Melihat latar belakang perjalanan karirnya, yang dimulai dari seorang tenaga guru, terjawab sudah kenapa Asnawi begitu gigih dalam usahanya memperjuangkan nasib para guru tenaga honorer di daerah ini. Asnawi sudah pernah melewati masa-masa dimana dia harus melaksanakan tugas dengan rasa tanggung jawab sebagai tenaga pendidik dengan segala pahit dan manis berada pada profesi tersebut.

Lalu apa tanggapan pejabat yang diketahui kental juga dengan sisi kehidupan religius ini terhadap sebutan pahlawan tenaga guru honorer seperti yang dilontarkan Bupati Nunukan Asmin Laura Hafid di tengah khlayak ramai pada acara Musda ke-5 Persyarikatan Muhammadiyah Tahun 2023 di Nunukan saat itu?

Yang pertama diakui Asnawi, dia tidak pernah menyangka bahkan tidak pernah terpikir, Bupati akan menilainya demikian. Dia hanya ingin berbuat apa yang bisa dia lakukan untuk membantu orang lain. Namun penyampaian tersebut dianggapnya sebagai ‘perintah’ dari sang pencipta, Allah SWT yang disampaikan melalui Bupati. Perintah yang memotivasi untuk melaksanakannya dengan kesungguhan dan niat lurus serta tanggung jawab.

“Saya merasa ini menjadi semacam tuntutan untuk terus berjuang. Karena masih banyak tenaga guru, terutama yang berstatus sebagai tenaga honorer yang nasibnya perlu diperjuangkan,” terang Asnawi.

Perjuangan yang dilakukan, lanjutnya, tidak hanya oleh dia sendiri tapi mengajak bersama semua pihak yang perduli, termasuk pejabat Bupati agar rekan-rekan guru, terutama yang berada di wilayah pedalaman dan terpencil serta sudah cukup lama mengabdi,  mendapatkan juga hak-hak kesejahteraan yang sama seperti tenaga pendidik lainnya yang sudah berstatus pegawai pemerintah

Teks/Foto : BD Novelinna (Tim Publikasi DINAS KOMUNIKASI INFORMATIKA STATISTIK DAN PERSANDIAN )

Editor : Asa Zumara, SS